Minggu, 27 Maret 2011

Study Kasus “Psikologi Korupsi Perspektif Agama Islam”

Pengaruh Korupsi/tor Terhadap Rakyat dan Negara
Kalau korupsi dilakukan oleh sekelompok kecil pejabat negara ataupun perusahaan dalam jumlah yang kecil pula, dampaknya tidak begitu terasa। Akan tetapi, perlu diingat bahwa sebuah bendungan raksasa akan jebol bermula dari kebocoran yang kecil dan tidak segera diatasi। Begitu pun sebuah bangunan besar akan habis termakan api yang dimulai oleh jilatan api yang juga kecil.
Sungguh menjadi problem serius bagi bangsa ini karena yang melakukan korupsi saat ini tidak lagi pegawai rendahan, tetapi mereka yang kedudukan dan pendidikannya tinggi serta gaya hidupnya sangat mewah sehingga korupsi berlangsung secara sistemik dan jumlahnya miliaran. Ibarat ulat, yang dimakan bukan saja daun, dahan, dan buahnya, melainkan batang tubuhnya yang lama-kelamaan akan menjalar ke akar kehidupan bernegara. Kata korupsi sendiri berasal dari bahasa Latin yang bermakna menghancurkan. Jadi para koruptor memang sudah berhasil menghancurkan martabat dan wibawa pemerintah serta bangkrutlah kekayaan negara dan bangsa.
Jadi, masyarakat dan pemerintah mestinya menempatkan para koruptor sebagai kelompok subversi musuh rakyat dan negara yang mesti ditindak tegas, jika perlu dihukum mati karena negara dan rakyat banyak yang menjadi kurban. Daya rusak tindakan korupsinya jauh lebih dahsyat ketimbang teroris pelaku bom bunuh diri. Karena daya rusak korupsi berlangsung sistemik dan menghancurkan tubuh birokrasi negara serta mental pejabat, rakyat mesti marah dan bangkit melawan koruptor. Jika perlu segera dibuat undang- undang pembuktian kekayaan terbalik terhadap pejabat negara yang strategis. Masih banyak putra bangsa yang ingin mengabdi untuk melayani rakyat dengan gaji di bawah Rp 50 juta per bulan selama lima tahun.
Di kalangan sufi terdapat keyakinan kuat bahwa harta haram itu ibarat madu yang akan mengundang semut, maksudnya syaitan, untuk berkerumun. Artinya, jika rezeki yang masuk aliran darah adalah haram, seluruh aktivitas hidupnya akan mudah tergelincir ke jalan syaitan. Makna syaitan mirip dengan kata korupsi yang berasal dari bahasa Latin corrumpere, yaitu menghancurkan. Syaitan adalah energi tidak terkendali sehingga menimbulkan daya destruktif.
Jadi apa yang dilakukan koruptor sesungguhnya menghancurkan dirinya, keluarganya, bangsanya, dan rakyatnya. Bangsa dan negara yang sehat dan bermartabat pasti akan membenci korupsi. Bahkan, negara komunis dan sekuler yang tidak bertuhan pun antikorupsi demi menjaga masyarakatnya agar sehat dan sejahtera. Ini sejalan dengan sabda Rasulullah, bahwa misi utama risalahnya adalah membentuk akhlak yang terpuji. Orang yang mengaku beragama, tetapi membuat orang lain sengsara, dikatakan mendustai agama dan Tuhan. Begitu firman Allah. Nilai hidup macam apakah yang akan diwariskan kepada anak dan masyarakat jika hidupnya bangga bergelimang korupsi?

Korupsi Menjadi Budaya
Korupsi memang merupakan masalah terbesar yang harus dihadapi bangsa ini, korupsi yang bukan sekedar tindak pidana kriminal tapi juga korupsi sebagai perilaku yang sudah membudaya di negeri kita tercinta ini. Suatu perilaku yang secara dahsyat mampu merubah karakter dan perilaku individu atau masyarakat, serta melanggar nilai-nilai agama yang mendasarinya. Kejahatan yang sulit sekali dibuktikan.
Mulai dari tidak mau antre secara tertib, korupsi waktu seperti terlambat kerja atau dating ke sekolah, memperpanjang jam istirahat atau pulang lebih cepat dengan sengaja, korupsi fasilitas seperti mengunakan fasilitas kantor seperti telepon,internert, computer, printer, mobil, dan fasilitas lain untuk kepentingan di luar kantor, tidak berdisiplin lalu lintas yang mengakibatkan macetnya jalan, hingga demo yang tak sesuai dengan etika berdemo yang menutup akses pengguna jalan untuk menggunakan haknya. Fenomena yang sudah tak asing lagi untuk dilihat, hal kecil yang dapat berdampak besar bagi kehidupan kita.
Hampir semua lembaga pemerintahan saat ini sudah tercemar dengan korupsi, sudah susah rasanya menemukan kejujuran dalam saat sekarang. Sangat geram memang melihat dan mendengar budaya korupsi yang lekat dengan pencitraan Indonesia, seharusnya kita malu kita bangsa Indonesia sudah menjadi Negara terkorup se Asia Tenggara, sungguh sangat memalukan. Indonesia yang terkenal dengan Negara beragama, beretika, bermoral, kenapa bisa menjadi peringkat pertama dalam korupsi? Dan hukuman apalagi yang pantas untuk mereka yang melanggar hukum tersebut. Hanya mencopot dari jabatannya saja rasanya kurang sepadan dari apa yang telah mereka perbuat. Di lembaga hukum sekalipun saat ini sekarang sudah lemah, masalah korupsi tidak tuntas diselesaikan. Meskipun telah ada lembaga yang menangani kasus korupsi seperti KPK, tapi tetap saja masih ada perilaku korupsi dilembaga-lembaga pemerintahan, malahan sebagai ketua KPK terjerat kasus pembunuhan, ini hanyalah salah satu contoh saja dari lembaga pemerintahan yang dianggap dipercaya untuk menangani kasus korupsi, tapi tidak dapat memberikan contoh positif pada masyarakat. Harta Negara dengan mudah mereka keruk dan dapatkan hanya untuk memakmurkan diri mereka sendiri. Di Indonesia memang orang yang jujur dan yang berani melaporkan kebobrokan yang terdapat dalam tubuh lembaga pemerintahan akan menanggung akibat yang merugikan dirinya sendiri. Seperti dicopot jabatannya, di fitnah, dan tak segan-segan kerabat dan family mereka yang akan menjadi korban dari perbuatannya meskipun itu adalah perbuatan yang tepat dan benar.
Banyak sekali dampak negatif yang harus Negara ini alami apabila perilaku korupsi ini terus menerus ada dan kita tidak tahu sampai kapan bangsa ini akan lepas dari masalah korupsi . Kita akan menyaksikan kehancuran bangsa dan negara secara keseluruhan, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, administrasi pemerintahan, dan yang paling parah adalah moral bangsa. Kalau tidak dari sekarang kita tidak mencoba perduli dengan nasib bangsa Negara kita yang sudah di bela dengan para pahlawan kita yang telah mengorbankan jiwa dan raga mereka untuk memerdekakan negera ini, dan sekarang kita yang seharusnya melanjutkan apa yang telah para pahlawan kita perjuangkan dan kewajiban kita untuk mengisi kemerdekaan malah bersenang-senang diatas penderitaan orang lain, adilkah itu?
Tugas terberat kita adalah membersihkan akar mental korup yang telah ditanamkan selama berpuluh-puluh tahun, bentuk perilaku korup yang mudah dikenali tapi lebih sulit lagi untuk diluruskan, karena perilaku korup sudah terlanjur dilakukan secara “berjamaah”, ini sama saja dengan mengusir penjajah di zaman sebelum kemerdekaan. Mulailah dengan mendidik anak-anak generasi muda bangsa dengan benar, tumbuhkan rasa malu didiri mereka. Bukan hanya dimulai dari anak-anak kitapun, orang dewasa yang sudah tercemari dang sudah tergelincir dengan perilaku korup harus merubah sifat dan perbuatan jelek itu dengan NIAT dan saya kira itu akan menyelematkan bangsa ini dari kejamnya perilaku korup yang sudah berakar di negeri kita ini.

Korupsi dalam pandangan Syari`at:
Islam diturunkan Allah -Subhanahu wa Ta`ala- adalah untuk dijadikan pedoman dalam menata kehidupan umat manusia, baik dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Tidak ada sisi yang teralpakan (tidak diatur) oleh Islam. Aturan atau konsep itu bersifat "mengikat" bagi setiap orang yang mengaku "muslim". Konsep Islam juga bersifat totalitas dan komprihensif, tak boleh dipilah-pilah seperti yang dilakukan kebanyakan rezim sekarang ini. Mengambil sebagian dan membuang bagian lainnya, adalah sikap yang tercela dalam pandangan Islam (al-Baqoroh : 85).
Salah satu aturan Islam yang bersifat individual, adalah mencari kehidupan dari sumber-sumber yang halal. Islam mengajarkan kepada ummatnya agar dalam mencari nafkah kehidupan, hendaknya menempuh jalan yang halal dan terpuji dalam pandangan syara`. Pintu-pintu rezeki yang halal terbuka sangat luas, tidak seperti yang dibayangkan oleh banyak orang awam, bahwa dizaman modern ini pintu rezeki yang halal sudah tertutup rapat dan tak ada jalan keluar dari sumber yang haram. Anggapan ini amat keliru dan pessimistik. Tidak masuk akal, Allah memerintahkan hambaNya mencari jalan hidup yang bersih sementara pintu halal itu sendiri sudah tidak didapatkan lagi. Alasan di atas lebih merupakan hilah (dalih) untuk menjustifikasi realitas masyarakat kita yang sudah menyimpang jauh dan menghalalkan segala cara.
Dalam waktu yang sama, Allah swt melarang hambanya memakan harta/hak orang lain secara tidak sah, apakah melalui pencurian, copet, rampok, pemerasan, pemaksaan dan bentuk-bentuk lainnya. Dalam kaitan ini, Allah swt berfirman dalam al-Qur`an: "Dan janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan cara yang batil". (al-Baqoroh 188, dan An-Nisa`: 29). Larangan (nahy) dalam ayat di atas menunjukkan bahwa memakan barang atau harta orang lain, baik bersifat individu atau harta orang banyak hukumnya haram. Pelakunya diancam dengan dosa.
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah. Dalam istilah politik bahasa Arab, korupsi sering disebut ‘al-fasad’, atau ‘risywah’. Tetapi yang lebih spesifik, ialah "ikhtilas" atau "nahb al-amwal al-`ammah". Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa korupsi adalah pekerjaan yang diharamkan karena termasuk memakan harta orang lain dengan cara tidak sah.

Hukum "Kolusi" menurut Islam
Yang dimaksud dengan kolusi di sini ialah persekongkolan antara dua pihak untuk suatu perbuatan melanggar hukum dan merugikan orang lain. Umpamanya seorang pejabat yang berwenang memutuskan pemenang sebuah tender bersepakat dengan salah seorang pengaju tender agar tendernya yang dimenangkan, maka kesepakatan itu disebut "kolusi". Begitu juga hakim di pengadilan yang berkolusi dengan pihak-pihak yang berperkara, agar perkaranya dimenangkan. Dalam bahasa agamanya, kolusi bisa disebut dengan "risywah". Tetapi dalam bahasa politiknya, kolusi sering disebut "al-mahsubiyah".
Bila kita membahas masalah kolusi dalam tinjauan hukum syara`, maka kita dapt temukan beberapa nash yang secara langsung dan tegas berbicara tentang masalah kolusi ini, diantaranya, firman Allah swt: "Dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim dengan tujuan memakan harta orang lain dengan cara yang tak sah, padahal kamu mengetahui." Dalam ayat di atas, praktik bersekongkol antara pihak yang berperkara dengan penguasa/hakim dengan tujuan untuk memakan harta orang lain dengan cara yang berdosa (tidak sah), adalah perbuatan terlarang dan diharamkan.
Di samping itu, kita juga dapat menemukan hadits Rasul saw. yang secara tegas berbicara tentang kolusi dan korupsi, yaitu : "Rasulullah -shallallahu `alaihi wasallam- melaknat orang yang memberikan uang sogok (risywah), penerima sogok dan perantara keduanya (calo)."

Nepotisme dalam pandangan Islam
Istilah "nepotisme" biasa dipakai untuk menerangkan praktik dalam kekuasaan umum yang mendahulukan kepentingan keluarga dekat untuk mendapatkan suatu kesempatan. Dalam bahasa arabnya biasa dipakai istilah "al-Muhabah" Dalam pandangan Islam, suatu jabatan harus dipegang oleh orang yang berkompeten, ahli untuk bidang yang ditawarkan. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa penyerahan jabatan kepada yang bukan ahlinya merupakan salah satu tanda akhir zaman (asyrat al-Sa`ah): "Apabila sesuatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat."
Adapun jika yang diserahi tugas itu adalah kerabat dekat dari orang yang memberi tugas, bukanlah menjadi persoalan. Yang penting apakah orang tersebut memenuhi persyaratan atau tidak. Jadi prinsip yang ditanamkan dalam Islam adalah soal kompetensi seseorang atas sesuatu jabatan, bukan ada tidaknya hubungan kekerabatan. Kalaupun sekiranya pemangku sebuah jabatan adalah keluarga dari orang menunjuk, selama orang tersebut berkompeten/berhak dan tidak ada pihak-pihak yang merasa dizalimi, maka hal itu tidaklah menjadi persoalan.
Jika kita memegang prinsip "kekerabatan" sebagai landasan, dalam arti setiap ada hubungan kekerabatan seseorang dengan pejabat yang menunjuk maka itu sudah merupakan nepotisme yang terlarang, secara rasional barangkali sikap ini kurang obyektif. Hanya gara-gara hubungan kerabat, seseorang tidak berhak mendapatkan haknya, padahal ia berkompeten dalam urusan itu, tentu sikap seperti ini berlebihan yang tidak pada tempatnya. Jadi dalam pandangan Islam, nepotisme tidak selamanya tercela. Yang dilarang adalah menempatkan keluarga yang tidak punya keahlian dalam suatu posisi karena didasari oleh adanya hubungan kekeluargaan. Atau punya kapasitas, tetapi masih ada orang yang lebih berhak untuk jabatan itu, namun yang didahulukan adalah keluarganya. Ini juga nepotisme yang tercela. Karena ada orang lain yang dizalimi,- tidak mendapatkan haknya.
Rezim orde baru memang sarat dengan praktik nepotisme yang terlarang. Sejumlah pejabat tinggi menempatkan anak, istri, menantu, keponakan mereka untuk menduduki kursi dan jabatan pemerintahan ataupun swasta. Padahal mereka ini bukan lulus karena keahliannya. Buktinya, ada orang-orang yang lebih ahli dari mereka tidak mendapatkan haknya. Begitu juga dengan keanggotaan MPR dan DPR. Banyak dari mereka yang diangkat itu sama sekali tidak memiliki prestasi atau keahlian dalam bidang yang dibutuhkan. Praktik ini jelas merupakan "nepotisme" yang berdosa yang dijanjikan Rasul sebagai tanda-tanda hari Kiamat.