Senin, 18 April 2011

KONSEP DIRI (Self Consep)

Hampir setiap orang menggantungkan harapan kepada pendidikan untuk melahirkan generasi-generasi muda yang menguasai beragam ilmu dan pengetahuan, yang mampu memanfaatkan poensi diri dan setiap peluang dan pada akhirnya menjadi manusia-manusia yang sukses dalam setiap hal. Pendidikan seakan-akan menjadi syarat mutlak sebuah kesuksesan. Namun pada kenyataannya, terkadang seseorang berhasil mencapai jenjang pendidikan yang tinggi tetapi kurang berhasil dalam kehidupan, atau sebaliknya, tak jarang seseorang suskes dalam kehidupan, tetapi pencapaian akademiknya biasa-biasa saja.
Fenomena ketidakkonsistenan antara pendidikan dan keberhasilan kehidupan tersebut memunculkan pertanyaan bagiamana system pendidikan yang sangat kompetitif ternyata dapat melahirkan generasi yang tangguh secara keilmuan tetapi rapuh atau gagal dalam kehidupan. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah ketika anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang terlalu banyak dan ekspetasi yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang sangat kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara matang dan positif. Tulisan ini menjelaskan apa dan bagaimana konsep diri berkembang dalam kehidupan seseorang, faktor apakah yang mempengaruhinya, kaitan konsep diri seseorang dengan pencapaian akademik, dan bagaimana peran guru serta aktivitas belajar dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri pada anak didik.

KONSEP DIRI , PERKEMBANGAN DAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Perkins (1958) menyatakan bahwa konspe diri adalah semua persepsi, kepercayaan, perilaku dan nilai-nilai yang digunakan diri seseorang untuk mendeskripsikan dirinya sendiri, dan konsep diri seorang anak berubah seiring dengan cara pandang dirinya pada suatu periode waktu. Sementara itu, Smith dkk (1977) mengungkapkan bahwa konsep diri adalah suatu cara pandang yang kompleks dan dinamis dalam diri seseorang terhadap dirinya sendiri dan konsep diri adalah sesuatu yang terukur. Konsep diri diukur dalam dua area yaitu akademik dan non akademik. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa konsep diri akademik terkait dengan kemampuan verbal/bahasa dan matematika. Sedangkan untuk non akademik, menurut Marsh dalam Yan dan Haihui (2005), konsep diri diukur melalui delapan parameter yang mencakup: penampilan fisik, kemampuan fisik, hubungan sesama jenis, hubungan lain jenis, hubungan dengan orang tua, kestabilan emosi, kepercayaan dan kejujuran, serta konsep diri secara umum.
Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain. Dalam proses tersebut, konsep diri dipengaruhi oleh beberapa factor. Puspasari (2007) menyatakan bahwa perkembangan dari proses pengenalan diri sendiri dipengaruhi oleh factor yang mengikuti perkembangan seorang anak seperti pengaruh keterbatasan ekonomi, isolasi lingkungan, ataupun pengaruh usia individu tersebut.

KONSEP DIRI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENCAPAPAIAN AKADEMIK SISWA
Konsep diri merupakan seperangkat instrument pengendali mental dan karenanya mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan menjadi invidu yang mampu memandang dirinya secara positif, berani mencoba dan mengambil resiko, selalu optimis, percaya diri, dan antusias menetapkan arah dan tujuan hidup. Terkait dengan pencapaian akademik, hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Shupe dan Yager (2005) dan Yeung dan Marsh dalam O’Mara dkk (2006) menunjukkan bahwa konsep diri dan pencapaian akademik siswa adalah dua hal yang saling memperngaruhi. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam berbagai tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguran tinggi, seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung memiliki pencapapaian akademik yang lebih baik.
Bagaimakah sebenarnya konsep diri dapat mempengaruhi pencapaian akademik seseorang? Atau sebaliknya, bagaimanakan pencapaian akademik mempengaruhi konsep diri seseorang? Tripp Jr (2003), Shupe dan Yager (2005) mengemukakan bahwa seseorang dengan konsep diri positif akan mempunyai kemampuan interpersonal dan intrapersonal yang baik pula, yang memungkinkan untuk melakukan evaluasi secara obyektif terhadap dirinya sendiri. Sementara itu menurut Germer (2004), konsep diri merupakan kunci untuk membangun komunikasi terbuka antara guru dan murid sehingga mnciptakan partisipasi aktif antara keduanya dalam kegiatan belajar mengajar. Baik Germer dan Yager, menyimpulkan bahwa dengan konsep diri positif akan meminimalisasi munculnya kesulitan belajar dalam diri siswa. Berkurangnya kesulitan belajar inilah yang pada akhirnya memungkinkan siswa untuk mendapatkan penguasaan akademik yang lebih baik. Dari sini, nampak bahwa konsep diri positif menjadi pemacu keberhasilan akademik. Meskipun demikian, menarik untuk mencermati penemuan Yan dan Haibui (2005) yang mengungkapkan bahwa anehnya pada anak-anak yang berbakat atau mempunyai kemampuan akademik yang mengagumkan, didapatkan konsep diri negatif meski tidak signifikan. Menurut Syah (2007), siswa yang sangat cerdas dapat mempunyai konsep diri yang negatif yang ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dikarenakan tuntutan keingintahuannya dirasakan tidak diperlakukan secara adil.

KONSEP DIRI DAN PEMBENTUKANNYA DALAM AKTIVITAS BELAJAR
Melihat besarnya pengaruh konsep diri terhadap keberhasilan seseorang, tak heran jika sekolah-sekolah berrupaya untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri ke dalam aktivitas belajar mengajar di dalam dan di luar kelas. Aktivitas sekolah terkait dengan pembentukan konsep diri dilakukan sepanjang masa belajar dari tingkat dasar sampai jenjang pendidikan tinggi, sebagaimana yang diungkapkan Cotton (1993), meskipun, O’Mara dkk (2006) menyebutkan bahwa intervensi guru dalam aktivtas kelas untuk pembentukan konsep diri memberikan respon paling nyata ketika siswa berada pada masa sekolah menengah dimana siswa pada usia ini memiliki keterlibatan paling tinggi dalam aktivias kelas dibandingkan dengan rekannya yang lebih muda di sekolah dasar ataupun yang lebih tua di perguruan tinggi.
Germer (1974), Cotton (1993), dan O’Mara dkk (2006) menyatakan bahwa guru memegang peranan kunci dalam aktivitas kelas, dan karenanya kesadaran guru terhadap pentingnya pembentukan konsep diri akan menentukan seberapa jauh pembentukan konsep diri dapat diintegrasikan ke dalam aktivitas belajar mengajar. Bagaimanakah aktivitas belajar mengajar dapat menjadi media pembentukan konsep diri? Germer (1974) menyatakan bahwa aktivitas kelas yang memungkinkan komunikasi dan partisipasi guru – siswa dan siswa – siswa secara lebih aktif, akan membantu siswa menjadi individu yang terbuka dan menerima diri sendiri dengan lebih baik sehingga memacu pembentukan konsep diri positif, menjadi individu yang lebih mampu “mendengar”, merasakan, menghormati, dan menciptakan komunikasi yang lebih terbuka dengan yang lain.
Secara lebih spesifik, Cotton (1993) menguraikan program pengembangan konsep diri anak dilakukan pada basis yang berbeda, dari mulai kelas, sekolah sampai wilayah. Cotton menyatakan bahwa pembentukan konsep diri di dalam kelas dilakukan dengan memberikan tugas berbasis kelompok dan berorientasi kepada pengembangan kemampuan afektif siswa, serta penggunaan umpan balik terhadap kemajuan pembelajaran siswa, dan mengupayakan partisipasi aktif dan komunikasi yang terbuka antara guru – murid – walimurid. Ke semua hal tersebut dilakukan melaui berbagai kegiatan kelas seperti rotasi teman sebangku, pembuatan papan apresiasi siswa terhadap siswa yang lain sekaligus pengisian papan pernyataan penyesalan atas kesalahan yang diperbuat siswa terhadap siswa yang lain, pendampingan siswa korban narkoba, pengajaran ketrampilan hidup, penunjukan relawan sebaya sebagai tutor dalam belajar, serta penguatan kemampuan matematika dan bahasa siswa. Program yang dilakukan secara kontinyu tersebut, menghasilkan perubahan positif dalam diri siswa seperti penurunan angka drop out, peningkatan kehadiran siswa, penurunan kegagalan siswa dalam mata pelajaran, dan meningkatnya rasa kepedulian siswa terhadap lainnya.

SEBUAH REFLEKSI MENUJU PENDIDIKAN YANG LEBIH BAIK
Siapa saya? Mungkin ini menjadi salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab sesorang jika ingin maju dan berkembang. Konsep diri merupakan cuatu cara untuk menjawab pertanyaan ini. Kini, di saat pendidikan menjadi tulang punggung untuk menciptakan individu yang berkualitas, pembentukan konsep diri positif pada anak didik adalah suatu hal yang tak dapat ditinggalkan, yang harus dilakukan secara kontinyu dan menyeluruh pada setiap tahapan perkembangan anak didik. Di luar rumah, aktivitas kelas dan lingkungan sekolah memberikan warna terhadap pembentukan imdividu anak didik, yang dalam prosesnya peran guru adalah sangat vital. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya kesadaran, kemauan dan kreativitas guru untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri yang positif ke dalam kegiatan pembelajaran.

Minggu, 10 April 2011

CHAPTER 8 TAHAP PENGAKHIRAN

A. Pengantar
Awal pertemuan adalah hal yang sangat penting dari perkembangan kelompok. Para anggota saling mengenal, kepercayaan adalah dasar yang tidak mungkin dipungkiri, norma atau aturanya sudah ditetapkan akan mengatur pola kelompok secara intensif dan sebuah kelompok yang unik membicarakan bentuk sebagai identitasnya, tahap pengakhiran perkembangan kelompok sama pentingnya, angggota memiliki kesempatan untuk mengklarifikasi makna dari pengalaman dari kelompok. Menggabungkan apa yang mereka dapatkan dan memutuskan perilaku baru apa yang mereka peroleh kemudian membawanya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak variabel yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan berapa lama waktu yang diperlukan dalam mengakhiri kelompok.

B. Lingkup Pembahasan
Dalam bab ini akan di bahas tentang:
1. Tugas tahap pengakhiran kelompok : belajar berkonsolidasi
2. Pengakhiran dari pengalaman kelompok
3. Evaluasi pengalaman kelompok
4. Tugas co-leader saat tahap pengakhiran kelompok
5. Tindak lanjut
6. Hal-hal khusus dalam tahap pengakhiran

C. Pembahasan
1. Tugas tahap pengakhiran kelompok : belajar berkonsolidasi
Tahap terakhir dalam kehidupan kelompok adalah waktu untuk anggota mengkonsolidasikan hasil belajar mereka dan mengembangkan strategi untuk mentransfer apa yang mereka pelajari dalam kelompok di kehidupan sehari-hari. Anggota membutuhkan pertemuan pengakhiran yang nyata dan bagaimana berkata selamat tinggal. Jika kelompok merupakan proses terapeutik yang nyata, anggota akan bisa memperpanjang proses belajar mereka dari luar bahkan lebih dulu mereka bisa mendapatkan pengalaman yang baik tentang perasaan sedih dan kehilangan.
Tugas pemimpin adalah membantu anggota belajar untuk menanamkan apa yang terjadi dalam kelompok menjadi makna dalam keseluruhan kelompok. Satu dari tujuan kelompok adalah mengimplementasikan proses belajar dalam kelompok kedalam kehidupan sehari-hari anggota. Kesanggupan dalam belajar secara permanen mungkin bisa hilang jika pemimpin kelompok tidak menyediakan struktur bantuan kepada anggota untuk mereview dan mengintegrasi apa yang mereka pelajari. Ketika pengakhiran tidak disetujui, kelompok akan kehilangan kesempatan untuk mengeksplor perhatian yang akan berefek kepada banyak anggota.
Pada kelompok tertutup tugas pemimpin adalah membantu mereview tugas individual dan pola bantuan dari pertemuan awal-akhir. Nilai khusus yang dimiliki anggota diberi umpan balik oleh yang lainya sehingga ada suatu perubahan yang lainya.
Pada kelompok terbuka memiliki pengalaman yang berbeda dari kelompok tertutup, karena ada anggota yang pergi dan datang anggota baru bergabung diwaktu yang berbeda-beda. Ini adalah beberapa tugas yang harus diselesaikan dengan orang yang menjadi anggota tahap pengakhiran dalam kelompok terbuka.
a. Ini adalah kegunaan kebijakan untuk mendidik anggota dalam kelompok terbuka untuk memberikan pemberitahuan yang cukup ketika mereka memutuskan untuk mengakhiri kebijakan ini akan menjamin para anggota memiliki waktu untuk mengatakan ketidakselesaianya tugas mereka sendiri atau yang lain dalam kelompok.
b. Memberikan waktu kepada anggota yang akan meninggalkan kelompok untuk mempersiapkan emosionalnya untuk tahap pengakhiran.
c. Memberikan kesempatan kepada yang lain untuk mengatakan selamat tinggal dan membagi reaksi mereka serta memberikan umpan balik. Anggota kelompok tetap sering memiliki rasa kehilangan anggotanya, dan perlu sekali memiliki kesempatan untuk mengekspresikan perasanya.
d. Kadang anggota akan mengakhirinya tanpa perasaan penderitaan. Hal itu mungkin saja terjadi, pemimpin kelompok dapat mendukung beberapa anggota untuk mengeksplorasi motivasi pengakhiran dan mengingat berapa lama waktu yang cukup dibutuhkan untuk mengatakan kemungkinan alasan pengakhiran.
e. Bantuan yang diberikan kepada anggota yang meninggalkan untuk mereview apa yang telah mereka pelajari dalam kelompok, khususnya apa yang telah mereka kerjakan dalam proses belajarnya.
f. Merujuk ketika diperlukan
Diskusi ini membicarakan tentang penggabungan dan pengakhiran yang diaplikasikan untuk kelompok tertutup dan terbuka.
2. Pengakhiran dari pengalaman kelompok
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengakhiran dari pengalaman kelompok adalah sebagai berikut:
a. Membuat kesepakatan perpisahan
Ini diskusi awal pada sebuah kelompok, kita mempercayakan pada pentingnya mendukung anggota kelompok untuk mengeluarkan kekhawatiran dan harapan bahwa kepercayaan tidak akan dicegah. Sebagai anggota, jalan pengakhiran dari kelompok sama pentingnya dengan bagaimana mereka mendukungmu untuk menjelaskan reaksi mereka. Mereka masih memiliki kekhawatiran dan perhatian tentang pemisahan. Untuk beberapa anggota, meninggalkan kelompok sama mencemaskanya dengan saat memasuki kelompok, tentunya anggota lebih suka keyakinan bahwa kepercayaan yang mereka rasakan dalam kelompok bukan sebuah tiruan dari luar. Tugas utama pemimpin pada saat ini adalah mengingatkan anggota keterpaduan mereka sekarang memiliki hasil di setiap tahap yang mereka kerjakan. Anggota kelompok butuh diingatkan bahwa hubungan tertutup tidak terjadi karena kecelakaan, mereka lebih suka melakukan perjuangan yang penuh perhatian dan komitmen untuk menyelesaikan konflik interpersonal.
Bahkan anggota menyadari bahwa mereka menciptakan makna hubungan dan membangun sistem dukungan diluar kelompok, mereka tetap mengijinkan mengeluarkan perasaan kehilangan dan kejadian berakhir saat pengakhiran, ini sangat penting bagi seorang fasilitator untuk mengenal dan membuat perjanjian dengan mendapatkan perasaan yang selayaknya tentang pengakhiran sebuah kelompok.
Ketika pemimpin menemukan kesulitan untuk mengakhiri kelompok karena ketidaknyamanan mereka dengan pengakhiran atau kebingungan pemisahan kelompok. Mereka mungkin bisa terpikat dengan penghargaan yang mereka terima dari anggota kelompok yang terlalu cepat menganggap penghargaan adalah pengalaman yang paling sukses yang mereka dapatkan. Walaupun pemimpin kelompok dapat mengambil bagian dari penghargaan sebagai hasil kelompok, maknanya bahwa bantuan anggota dalam mengenal apa yang mereka dapat untuk mencapai kesuksesan kelompok. Kelompok berhasil karena adanya kerja keras.

b. Menggabungkan persepsi awal dan akhir pada kelompok
Di banyak kelompok, pemimpin menanyakan kepada anggota saat pertemuan pertama dengan memberikan sedikit waktu mengamati lingkungan sekitar ruangan yang tenang. Pemimpin berkata “ apakah kamu melihat orang yang berbeda? Apakah diantara kalian disini ada yang telah siap diintimidasi anggota lain? Apakah kamu memaksa dirimu untuk membuat tuduhan terhadap orang lain?”. Setelah beberapa menit mengamati ruangan yang tenang, pemimpin meminta anggota untuk mengulang dari pengungkapan berbagai hal yang mereka punya yang hanya berupa pikiran dan perasaan. Umumnya, pemimpin mengajak anggota mengetahui apa yang akan kita tugaskan pada mereka untuk mengulang latihan-latihan pada saat pertemuan terakhir. Apakah pemimpin mengingat reaksi mereka ketika pertemuan awal? Bagaimana pemimpin mendapatkan perubahan reaksi masing-masing anggota kelompok? Bagaimana perasaan itu ada disini sekarang yang digabungkan dengan apa yang mereka sukai ketika kelompok dimulai?” sebuah tugas penting untuk anggota selama masa pengakhiran adalah mengambil beberapa hal yang diwujudkan dalam kata-kata tentang apa yang terjadi dari tahap awal hingga pertemuan akhir dan apa yang telah mereka pelajari tentang mereka sendiri dan lainnya. Jika dalam kelompok terlihat ada perbedaan saat pertemuan terakhir, kita menugaskan anggota untuk merefleksikan apa yang mereka dapat, sebagai individual dan sebagai kelompok, untuk membawa perubahan-perubahan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
c. Menghadapi masalah yang belum terselesaikan
Selama fase akhir dari sebuah kelompok, diperlukan waktu untuk mengekspresikan dan mengerjakan pekerjaan yang belum terselesaikan sehubungan dengan transaksi antara proses dan tujuan anggota atau kelompok. Mungkin masalah yang dimiliki beberapa anggota tidak dapat terselesaikan secara keseluruhan, tetapi mereka harus berani mendiskusikan masalah mereka tersebut. Sebagai contoh, Glen memiliki masalah yang belum terselasaikan dengan seorang anggota (atau beberapa anggota) yang lain atau dengan pimpinan. Hal itu adalah tanggung jawabnya karena menunggu terlalu lama untuk mengungkapkannya. Anggota seperti Glen butuh bantuan dalam membawa ketertutupannya terhadap masalah tersebut agar dia mau mengangkat masalah tersebut dan mencari jalan keluarnya.
Tidaklah realistis mengasumsikan bahwa semua masalah pasti dapat dicarikan jalan keluarnya. Jika anggota diingatkan akan hal itu beberapa sesi sebelum pertemuan akhir (final meeting), mereka akan dapat termotivasi untuk melengkapi agenda personal mereka.

d. Mereview pengalaman kelompok
Pada sesi akhir dari kelompok kita kembali mereview apa yang telah dipelajari anggota selama berbagai sesi dan bagaimana mereka mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Sebagai contoh, Adam belajar bahwa mengendalikan amarahnya dapat membantunya dalam perasaan depresinya (tidak mudah depresi) dan gangguan psychosomatic-nya. Dalam sesi-sesinya dia belajar untuk tidak meledakkan amarah melainkan tersenyum, dan hasilnya kini ia semakin mahir mengontrol emosinya. Ini sangat membantu Adam untuk bisa diterima kembali oleh orang lain dan dia dapat dengan mudah melupatkan saat-saat latihannya yang berat.
Bagian dari latihan kita pada sesi akhir melibatkan seluruh partisipan untuk mendiskusikan beberapa hal seperti apa yang telah mereka pelajari di dalam kelompok, imbal baliknya bagi mereka, apa yang mereka sukai dan apa yang menyilitkan mereka dalam kelompok, cara-cara supaya setiap sesi dapat memberikan dampak yang lebih baik, dan keseluruhan sejarah kelompok tersebut yang terlihat dalam berbagai perspektif. Untuk membuat evaluasi ini lebih berarti, pemimpin memberi semangat para partisipan untuk lebih berkonsentrasi. Pemimpin dapat juga mengajukan beberapa pertanyaan berikut:
1) Bagaimana pentingnya kelompok ini bagi anda?
2) Dalam jalan apa kelompok ini luar biasa?
3) Sebutkan beberapa hal yang telah anda pelajari yang paling ingin anda ingat?
4) Sebutkan beberapa “potret” yang dialami kelompok yang paling berkesan untuk anda?
5) Ketika anda mengatakan bahwa anda telah belajar banyak, perubahan apa sajakah yang anda rasakan di dalam diri anda?
Dengan menanyakan pada anggota hal-hal yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri di dalam kelompok, mereka berada di posisi yang lebih baik untuk menentukan apa yang ingin mereka lakukan dengan pengetahuan mereka yang telah bertambah itu. Jika mereka bisa menjelaskan apa yang telah mereka pelajari ke dalam kalimat yang konkrit dan deskriptif, mereka lebih bisa mengartikan apa yang telah mereka pelajari ke situasi sehari-hari.

e. Latihan untuk perubahan perilaku
Di dalam kelompok yang pertemuannya mingguan ada banyak kesempatan untuk berlatih tingkah laku baru selama setiap sesi kelompok. Hal ini baik untuk menyemangati para anggota untuk berpikir bagaimana mereka dapat melanjutkan pekerjaan diantara sesi. Anggota dapat membawa latihan sebagai pekerjaan rumah dan mengumpulkan laporan pada sesi berikutnya tentang seberapa baik mereka belajar dalam mencoba cara baru dalam bertindak di berbagai situasi. Dengan cara ini proses belajar berlangsung secara maksimal. Selama pertemuan akhir dari kelompok, keuntungan dari latihan yang telah dilakukan (baik situasi di dalam kelompok dan kehidupan di luar) meningkat sebagai cara mempersatukan dan mengkonsolidasikan hasil belajar mereka. Hal ini sangat bergantung pada peran dan kecenderungan tigkah laku untuk menentukan bagaimana cara untuk berinteraksi, mengajarkan anggota keahlian khusus yang akan membantunya untuk membangun keinginan untuk berubah. Pemimpin akan mendorong mereka untuk meneruskan dan mencoba pola tingkah laku yang baru.
Pemimpin meminta anggota untuk melihat pada diri mereka sendiri dan cara yang mereka inginkan untuk berubah daripada menilai orang lain. Dalam tahap ini kita meminta anggota untuk dengan berani mangatakan apa yang ingin mereka katakan, apa yang mereka inginkan, dan ingin berubah menjadi seperti apa.

f. Membawa hasil belajar ke masa depan
Salah satu tugas dari fase akhir adalah untuk membangun rencana yang spesifik untuk mengaplikasikan perubahan mereka di luar kelompok. Hal tersebut adalah tugas dari pemimpin kelompok. Untuk itu kita perlu melakukan diskusi secara rutin untuk dapat mengetahui cara yang cocok yang dapat digunakan anggota. Salah satu strategi untuk membantu anggota mengkonsep petunjuk jangka panjang adalah meminta mereka untuk membuat rencana masa depan mereka. Pemimpin kelompok dapat meminta anggota untuk memikirkan perubahan apa yang paling mereka inginkan dalam 6 bulan kedepan atau 1 tahun kedepan. Mereka juga dapat menjabarkan apa yang akan harus mereka lakukan untuk mencapai tujuan jangka panjang itu.
Teknik perencanaan masa depan ini yang sering digunakan dalam psychodrama, yang didesain untuk membantu anggota kelompok mengekspresikan apa yang mereka punya tentang masa depan. Dari pada lebih membicarakan apa yang mereka inginkan dikehidupan mereka di masa depan, anggota diajak untuk menciptakan masa depan itu disini dan sekarang.

g. Memberi dan menerima umpan balik
Kritikan orang lain didalam kelompok khususnya, membantu anggota mengidentifikasi dan mendiskusikan perubahan yang mereka harapkan dalam kehidupan sehari hari. Persiapan itu penting setelah anggota ingin memaksimalkan hasil belajar mereka dalam kelompok. Anggota mendapat keuntungan dengan belajar kemampuan interpersonal dengan mendapatkan kritikan dengan mendiskusikan kritikan ini dan dengan memodifikasi tingkah laku tertentu.
Melalui kegiatan ini anggota kelompok memberikan dan menerima kritikan yang telah membantu mereka menilai dampak yang mereka katakan pada orang lain. Selama sesi penutupan pemimpin lebih menekankan kritikan yang lebih fokus untuk masing masing orang. Biasanya kita meminta anggota untuk menuturkan laporan singkat tentang bagaimana dia bertindak didalam kelompok, bagaimana kelompok telah memberikan pengaruh bagi mereka, konflik apa yang telah mereka lalui dan keputusan apa yang apa yang telah mereka buat. Kemudian yang lain memberikan kritikan dan saran mengenai mereka berinteraksi dengannya dan bagaimana orang tersebut memberikan pengaruh pada mereka.
Masalah yang muncul ketika kelompok berakhir adalah anggota cenderung memberikan kritikan umum yang tidak akan diingat ataupun membantu.
Di tahap berikutnya, kritikan akan lebih difokuskan pada integrasi dan pembelajaran sintetis. Ketika kelompok mendekati akhir, kritik dan saran yang mendukung disampaikan dengan cara mendekati perindivudi. Pada saat ini anggota sebaiknya tidak menunjukkan reaksi yang negative. Selama sesi kritikan ini, ditekankan agar anggota membuat perjanjian dengan diri sendiri agar mereka tidak berhenti berkembang setelah kelompok berakhir, disarankan beberapa sesi lanjutan diwaktu berikutnya yang akan memberi hal untuk direnungkan tentang cara untuk membuat keputusan mereka tetap hidup.

h. Manfaat kontrak dan tugas rumah
Satu cara untuk membantu anggota dalam melanjutkan awal yang baru didirikan adalah dengan memberikan waktu pada sesi akhir untuk menulis kontrak/perjanjian. Kontrak itu berisi langkah langkah yang disetujuai anggota untuk meningkatkan kesempatan mereka mencapai tujuannya ketika kelompok berakhir. Anggota harus membuat kontraknya sendiri. Rencana rencana didalamnya tidak boleh terlalu ambisius karena itu akan membuat mereka menuju kegagalan.
Jika anggota mau, mereka dapat membacakan isi kontraknya didepan anggota yang lain sehingga mereka dapat memberikan kesempatan kritik dan saran yang membangun. Bisa juga pemimpin meminta mereka untuk memilih satu anggota dalam kelompok, sehingga dia bisa berbagi tentang kemajuannya mencapai tujuan. Hal tersebut akan sangat membantu apalagi sebentar lagi kelompok berakhir sehingga mereka akan kehilangan dukungan dari kelompok mingguannya.
Kita telah merekomendasikan menggunakan PR/pekerjaan rumah selama semua tahap yang dilalui kelompok. Menjelang kelompok berakhi rPR harus segera dikumpulkan, PR dapat disertakan didalam kontrak yang disusun anggota.

i. Menghadapi kemunduran
Meskipun telah bekerja keras dan komitmen, anggota tidak selalu mendapatkan yang mereka diinginkan. Selama tahap akhir, pemimpin menguatkan anggota sehingga mereka dapat menanggulangi adanya kemunduran dan tidak berkecil hati dan menyerah membantu anggota untuk tetap fokus pada apa yang perlu mereka lakukan untuk mencapai tujuannya.
Penting untuk berdiskusi tentang kemunduran dan berguna untuk menanggulanginya. Kemunduran ini mungkin tidak akan terjadi jika anggota mengerjakan tugas yang diberikan dengan benar. Adalah penting juga menyesuaikan PR yang harus dikerjakan anggota dengan kontraknya dan untuk melarang anggota untuk membuat rencana yan terlalu ambisius. Jika ada pertemuan lanjutan, saat itu adalah saat yang tepat untuk meninjau ulang kontrak dan mengevaluasi PR yang bagaimana yang efektif. Petunjuk untuk mengaplikasikan hasil belajar kelompok dalam kehidupan sehari-hari
Pada tahap akhir kita mengajarkan bagaimana mengaplikasikan apa yang telah di dapat ke dalam kelompok kehidupan sehari hari. Pada waktu kelompok berakhir mereka diharapkan sudah mampu mengaplikasikannya. Beberapa hal yang harus dilakukan antara lain:
1) Menyadari bahwa kelompok sangat berarti untuk diakhiri.
Mungkin tidak terbesit dibenak bahwa kelompok juga akan mengalami akhir, tujuan dari sebuah kelompok adalah membuat partisipan mampu membuat keputusan tentang bagaimana anggota akan merubah hidup mereka setelah keluar dari kelompok. Dari kelompok, anggota bisa menjadi lebih memahami diri mereka sendiri untuk memutuskan apakah mereka menyukai apa yang mereka lihat dan jika mereka sangat menginginkan untuk membuat rencana tentang perubahan yang mereka inginkan. Jika kelompok berakhir adalah tugas pemimpin untuk membantu anggota merefleksikan apa yang telah mereka pelajari, bagaimana mereka mempelajari dan apa mereka berniat untuk melanjutkan semua apa yang telah mereka dapat dengan caranya sendiri. Pada akhirnya, anggota mampu memutuskan yang mereka ingin lakukan mengenai apa yang telah mereka pelajari.
2) Mengerti bahwa perubahan ada yang lambat dan ada yang cepat.
Orang kadang mengharapkan datangnya perubahan secara cepat dan dapat dirasakan hasilnya dalam satu kali usaha, mereka mungkin juga mengharapkan hal tersebut permanen. Harapan ini dapat melumpuhkan semangat mereka ketika terjadi sedikit hambatan. Biasanya anggota akan membawa hambatan ini kepada kelompok kesadaran bahwa proses perubahan bisa jadi lambat adalah hal yang penting untuk lebih digali lagi dalam kelompok.
3) Jangan mengharapkan suatu kelompok untuk mengubah hidupmu.
Mereka yang mencari kelompok terapi kadang kadang memaksakan harapan harapan yang tidak realistis. Mereka mengharapkan perubahan yang cepat dan dramatis. Anggota perlu diingatkan bahwa satu kali terapi tidak dapat langsung menunjukkan perubahan. Orang memerlukan beberapa tahun menciptakan sebuah kepribadian yang unik. Usaha trsebut juga tentunya tidak mudah apalagi jika harus berhenti dari kebiasaan mereka dan usaha tersebut kadang kadang menyakitkan tetappi mereka harus bekerja keras melakukannya di beberapa proses perubahan hanya sampai sebuah proses bukan level akhir.
4) Memutuskan apa yang akan dilakukan dengan apa yang sudah anda pelajari.
Akan ada disebuah kelompok saat saat jujur pada diri sendiri ketika anggota dapat melihat siapa mereka dan bagaimana mereka menyiapkan diri menghadapi orang lain. Banyak orang menginginkan terapi karena mereka telah kehilangn kemampuan untuk memaknai hidup dan menjadi tergantung pada orang lain untuk menuntun hidupnya dan bertanggungnjawab untuk keputusan mereka. Mereka berharap kelompok akan membuat keputusan untuk mereka atau mereka berusaha menjadi seperti yang diinginkan kelompok. Jika kelompok benar benar berguna anggota akan belajar untuk membuat keputusan tentang bagaimana mereka ingin menjadi berbeda dalam kehidupan sehari hari.
j. Beberapa pemikiran akhir
Semakin kelompok akan berakhir, pemimpin harus mengingatkan anggota beberapa hal penting, khususnya mengendalikan rasa percaya diri ketika kelompok berakhir dan bagaimana cara mengatasi untuk tidak mudah lupa akan hal hal yang pernah dipelajari.
Pada sisi akhir perlu diingatkan pentingnnya rasa percaya diri dan memperingatkan anggota untuk tidak kehilangan rasa percaya dirinya ketika mereka bercerita atau berbagi pengalaman dengan anggota lain. Saran yang diberikan adalah anggota dapat menceritakan kepada orang lain apa yang mereka pelajari tetapi harus berhati hati mennggambarkan detail bagaimana mereka mempelajari sesuatu. Juga mendorong partisipan untuk yang mendukung usaha mereka dan membicarakan tentang diri mereka sendiri dan tidak tentang masalah yang dimiliki partisipan yang lain.
Bahkan kelompok yang anggota-aggotanya begitu antusias sekalipun dapat melupakan semua atau sebagian hal yang sudah mereka dapatkan. Ini dikarenakan setelah kelompok berakhir mereka akan meninggalkan sekelompok orang yang mendukung usaha mereka dan sehari hari mereka berada dilingkungan yang tidak mendukung akan perubahan yang mereka buat.
3. Evaluasi pengalaman kelompok
Evaluasi adalah aspek dasar pengalaman kelompok dan dapat menguntungkan anggota maupun pemimpin. Pemimpin juga dapat menggunakan penskalaan atau instrument-instrument standart untuk membantu melihat perubahan individu dalam perilaku dan nilai. Instrumen evaluasi seperti itu dapat membantu untuk menentukan mana yang lebih atau yang kurang membantu. Setelah kelompok berakhir, waktunya kita mengirim questioner pada anggota. Sangatlah mungkin setiap anggota mempunyai persepsi yang berbeda tentang kelompok setelah mereka tidak menjadi anggota lagi meminta mereka untuk menjawab pertanyaan yang diajukan mendorong mereka agar dapat mengevaluasi dengan efektif makna kelompok bagi mereka. Komentar yang diterima dari mereka menggambarkan apakah kita sukses memberikan terapi pada mereka dan bagaimana kita perlu memodifikasi pendekatan untuk kelompok yang akan datang.
Kita menggunakan ukuran dibawah ini untuk mengevaluasi keefektifan kelompok:
a. Mengadakan wawancara lanjutan per individu dengan anggota atau tetap menjaga komunikasi dengan anggota; surat menyurat dan percakapan telepon dapat menggantikan ketika interview orang satu per orang tidak memungkinkan
b. Mengadakan satu atau lebih pertemuan kelompok yang sudah lulus, yang akan dideskripsikan dibagian berikutnya
c. Meminta anggota untuk mengisi kuesioner singkat, seperti yang termasuk disini. Untuk menilai apa yang mereka anggap paling dan tidak bermanfaat dalam kegiatan kelompok
d. Meminta atau memaksa (tergantung dari jenis kelompok) anggota untuk menuliskan catatan dalam jurnal. Berdasarkan beberapa reaksi mereka terhadap pengalaman mereka di dalam maupun di luar kelompok. Jurnal ini dapat dikumpulkan baik selama kelompok masih berlangsung maupun setelah kelompok kelompok berakhir. Dengan menulis mereka dapat fokus dan mencari tau tentang diri mereka. Melalui jurnal, mereka mempunyai kesempatan untuk secara pribadi mengklarifikasi yang mereka alami dan mengungkapkan apa yang mereka ingin katakan pada orang-orang tertentu. Tulisan mereka juga memberikan mereka kesempatan untuk mengevaluasi dampak kelompok dan memberi mereka dasar untuk menempatkan pengalaman mereka pada perspektif yang berarti.

4. Tugas co-leader saat tahap pengakhiran kelompok
Co-leader memberikan materi pada anggota sebelum kelompok berakhir. Angota kadang kadang menyimpan masalah mereka sampai akhir, berharap tidak akan ada waktu mengekplore mereka. Co-leader yang satu berusaha memberikan tugas baru pada anggota seperti itu. Sementara co-leader yang lain membawa anggota kelompok lain yang sudah siap untuk penutupan kelompok.
Setelah kelompok berakhir kita mendorong co-leader mengungkapkan pengalaman mereka dalam memimpin dan pandangan mereka tentang kelompok. Berikut ini adalah beberapa hal yang mungkin dilakukan dengan co-leader:
a. Mendiskusikan keseimbangan tanggungjawab diantara kedua co-leader. Apakah co-leader cenderung memiliki tanggungjawab lebih besar dalam memberikan pengarahan sementara yang lain mengikuti? Apakah satu pemimpin mengalahkan yang lain?
b. Apakah co-leader yang satu terlalu mendukung sedangkan yang lain terlalu menentang?
c. Bagaimana cara pemimpim memimpin dan apa efeknya bagi kelompok?
d. Apakah pemimpin setuju pada hal dasar seperti arahan untuk evaluasi kelompok dan apa yang dibutuhkan agar kelompok terus maju?
e. Bicara tentang apa yang disukai dan apa tantanan dalam memimpin bersama yang lain dan memperoleh keuntungan dari diskusi terbuka apa yan masing-masing dari kalian pelajari dari yang lain secara pribadi maupun professional, termasuk kelemahan dan kekuatan, keahlian dan gaya dalam memimpin.
f. Saling mengevaluasi juga berarti mengevaluasi diri sendiri. Membandingkan evaluasi diri anda sebagai pemimpin dengan evaluasi dari co-leader anda bisa menjadi sangat bernilai. Mencari bagian mana yang butuh diperbaiki, dengan cara ini masing-masing dapat menumbuhkan kemampuan memimpin dengan efektif.
g. Dapat belajar banyak dengan mereview titik balik didalam kelompok. Bagaimana kelompok dimulai? Apa yang terjadi dalam kelompok saat mengalami kesuksesan maupun kegagalan? Penilaian menyeluruh dengan cara ini membantu memahami proses kelompok satu yang bisa jadi informasi penting untuk masa yang akan datang.
h. Sangat baik bagi pemimpin kelompok untuk menuliskan penilaian untuk kelompok secara keseluruhan dan juga membuat rangkuman tentang anggota per-individu jika diperlukan.
5. Tindak lanjut
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses tindak lanjut suatu kegiatan kelompok, antara lain:
a. Pertemuan kelompok yang sudah lulus
Pertemuan lanjutan kelompok dijadwalkan dibeberapa waktu setelah penutupan kelompok. Evaluasi dan tindak lanjut seperti ini direkomendasikan oleh ASGW (1998) “ BEST PRACTICE GUIDELINES” : “ pekerja kelompok mengadakan kontrak lagi dengan kelompok, jika perlu untuk menilai hasil atau ketika diminta oleh anggota kelompok’ (C.3).
Karena anggota tahu mereka semua akan bertemu lagi untuk mengevaluasi kemajuan mereka mencapai tujuan, mereka menjadi seperti termotivasi untuk melangkah. Angota menggunakan anggota lain sebagai pendukung mereka untuk berubah jika mereka mengalami kesulitan mereka dapat mendiskusikannya dengan anggota lain. Tetapi merekapun tidak boleh terlalu menggantungkan diri pada saran orang lain.
Pada sesi lanjutan, anggota dapat membagi kesulitan yang mereka temui sejak meninggalkan kelompok, membicarakan langkah-langkah spesifik yang telah mereka tempuh untuk membuat diri mereka terbuka dengan perubahan dan mengingatkan hal-hal positif yang diajarkan di kelompok. Pertemuan lanjutan juga memberi kesempatan pada anggota untuk mengekspresikan perasaan mereka tentang pengalamannya di dalam kelompok. Mereka mungkin merasa menyesal mereka dulu kurang aktif dalam kelompok.
Sesi ini lebih untuk mencari tahu apa yang orang lain lakukan dengan pengalaman yang mereka dapatkan dari kelompok dalam kehidupan sehari-harinya. Anggota diminta untuk melaporkan apakah dan bagaimana cara mereka berinteraksi dengan orang orang diluar kelompok. Pemimpin menanyai anggota pada sesi lanjutan apakah mereka terus berusaha mencapai apa yang mereka mau. Untuk topik tambahan dan pertanyaan pertanyaan lebih, kuesioner yang telah dijelaskan di awal yang kita gunakan sebagai dasar evaluasi.
Sesi lanjutan memberikan lebih banyak kesepakatan untuk mengingatkan orang-orang bahwa mereka bertanggung jawab pada diri mereka sendiri dan pentingnya mengambil resiko demi perubahan. Sesi lanjutan memberikan kesempatan untuk menolong dan mendiskusikan sekali lagi pilihan-pilihan lain untuk meneruskan yang mereka lakukan didalam kelompok.
Jika pre-tes diberikan sebelum kelompok dimulai, pertemuan dengan kelompok yang sudah lulus adalah waktu yang ideal untuk dijadikan perbandingan. Pemimpin dapat membandingkan hasil pre-tes terdahulu dengan keadaan anggota sekarang setelah kelompok selesai. Dengan begitu kita dapat mere-view seberapa baik mereka telah meraih tujuan mereka, cara ini juga dapat berguna untuk mendiskusikan perubahan-perubahan yang spesifik dalam pola pikir dan tingkah laku.

b. Wawancara lanjutan per-individu
Jika pertemuan lanjutan kelompok tidak dapat dilakukan, jalan lainnya adalah dengan menginterniew satu per-satu dengan sebanyak mungkin anggota. Dalam menginterview ini kita bisa menanyakan alasan orang bersedia bergabung dengan sebuah kelompok, membantu mereka mengidentifikasi tujuan yang ingin dan perlu dicapai anggota dan mendiskusikan harapan harapan mereka. Wawancara kelompok yang sudah lulus dapat digunakan untuk menentukan seberapa berhasil anggota meraih tujuannya.
Anggota tidak harus selalu menjawab pertanyaan yang diajukan pemimpin kelompok atau pertanyaan didalam kuesioner. Mereka diperbolehkan untuk mengatakan apapun yang ingin mereka ungkapkan. Wawancara individu tersebut sebaiknya dilakukan kurang lebih satu bulan sesudah terjadi pengakhiran kegiatan kelompok.

6. Hal-hal khusus dalam tahap pengakhiran
Selama tahap akhir kelompok karakteristik berikut ini biasanya dijumpai :
a. Adanya perasaan sedih dan kecewa menyadari akan adanya perpisahan.
b. Anggota seperti menarik diri dan berpartisipasi lebih sedikit sebagai antisipasi berakhirnya kelompok.
c. Anggota menentukan latihan apa yang ingin mereka ambil.
d. Kemungkinan ada rasa takut berpisah dan juga takut menghadapi kehidupan sehari hari.
e. Anggota mungkin akan mengekspresikan ketakutannya mereka, harapan, dan perhatian satu sama lain.
f. Sesi kelompok ditujukan untuk menyiapkan anggota untuk berhadapan dengan orang orang dikehidupan sehari hari mereka. Peran dan kecenderungan tingkah laku dalam berhubungn dengan orang lain dan hal umum lainnya.
g. Anggota akan berharap terlibat dalam evaluasi kegiatan kelompok.
h. Adanya pembicaraan tentang pertemuan lanjutan atau beberapa rencana sebagai tanggung jawabnya sehingga anggota akan terdorong untuk menyelesaikan rencana mereka berubah.
Tugas utama anggota selama tahap akhir adalah menerapkan hasil belajar mereka selama dikelompok kelingkungan diluar kelompok. Inilah waktu bagi mereka untuk meninjau kembali arti dari kegiatan dalam kelompok. Berikut adalah beberapa tugas anggota saat ini :
a. Menghadapi perasaan perpisahan dan penutupan sehingga anggota tidak membuat jarak dari kelompok
b. Menyiapkan materi pelajaran umum untuk kehidupan sehari-hari sehingga anggota tidak membuang nilai bekerja dalam kelompok
c. Menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan dan masalah yang dibawa kedalam kelompok atau masalah yang dimiliki dengan orang didalam kelompok
d. Mengevaluasi dampak kelompok dan mengingat bahwa perubahan memerlukan waktu, usaha dan tindakan
e. Membuat keputusan dan rencana mengenai perubahan yang anggota inginkan dan bagaimana mereka akan mencapainya.
Setelah kelompok mereka berakhir, fungsi utama anggota adalah mengaplikasikan hasil belajar yang mereka dapat dari kelompok kedalam prakteknya pada kehidupan sehari hari, mengevaluasi kelompok dan mengikuti sesi lanjutan. Berikut ini adalah tugas kunci anggota :
a. Menemukan cara untuk mendorong diri sendiri tanpa dukungan dari kelompok.
b. Menemukan cara meneruskan tingkah laku yang baru berubah tanpa dukungan lingkungan .
Tujuan utama pemimpin kelompok dalam tahap pengakhiran adalah menyediakan langkah-langkah yang membantu anggota agar dapat mengerti kegiatan-kegiatan mereka di dalam kelompok dan untuk membantu anggota untuk menggunakan hasil belajar dari kelompok ke kehidupan sehari-hari. Di bawah ini adalah beberapa tugas pemimpin pada tahap ini:
a. Membantu anggota menghadapi berbagai perasaan yang mereka miliki tentang berakhirnya kelompok.
b. Memberikan kesempatan pada anggota untuk mengekspresikan dan mengatasi masalah mereka yang belum terselesaikan dalam kelompok.
c. Menguatkan perubahan yang telah dibuat anggota dan memastikan bahwa anggota memiliki informasi yang membuat mereka dapat meraih kemajuan.
d. Membantu anggota menentukan bagaimana mereka akan mengaplikasikan kemampuan mereka dala situasi tertentu dalam kehidupan sehari-hari
e. Bekerja dengan anggota untuk membangun perjanjian khusus dan latihan-latihan untuk dikerjakan di rumah.
f. Membantu anggota membuat kerangka kerja yang konseptual yang akan membantu mereka memahami, mengintegrasikan, mengkonsolidasi, dan mengingat apa yang telah mereka pelajari di dalam kelompok.
g. Menyediakan kesempatan bagi anggota untuk memberikan kritik dan saran yang membangun.
h. Menekankan kembali pentingnya mempertahankan kepercayaan diri setelah kelompok berakhir
Setelah kelompok berakhir, tugas pemimpin adalah:
a. Menawarkan konsultasi pribadi jika ada anggota yang membutuhkan layanan ini, sedikitnya pada dasar yang terbatas, untuk mendiskusikan reaksi kelompok pada pengalaman kelompok.
b. Jika memungkinkan membuat sesi lanjutan kelompok atau interview per individu untuk menilai dampak kelompok.
c. Menyediakan sumber referensi khusus untuk anggota yang menginginkan konsultasi lebih lanjut.
d. Mendorong anggota untuk menemukan kesempatan meneruskan dukungan dan tantangan sehingga pada akhir kelompok dapat memimpin ke arah yang baru.
e. Jika memungkinkan, bertemu dengan co-leader untuk menilai secara keseluruhan keefektifan kelompok.
f. Membuat instrument penilaian untuk akhir kelompok untuk mengevaluasi perubahan alami individu dan kekuatan dan kelemahan kelompok.
g. Mendokumentasikan laporan kelompok.

Tahap Awal dari sebuah Kelompok

A. Pendahuluan
Bab ini mengandung banyak contoh pengajaran anggota mengenai bagaimana fungsi kelompok. Kita menjelaskan sifat dari sebuah kelompok pada tahap awal, membahas pentingnya penciptaan kepercayaan sebagai dasar untuk sebuah kelompok, melihat lebih jauh lagi topik dalam menciptakan tujuan lebih awal dalam kehidupan sebuah kelompok, membahas pembentukan norma kelompok dan awal dari kohesi kelompok, dan menyediakan panduan untuk membantu anggota mendapatkan yang terbaik dari kelompok. Kita juga menganjurkan beberapa panduan kepemimpinan untu membuka dan menutup pertemuan kelompok.
Bayangkan akan seperti apa diri anda dalam berpartisipasi dalam sebuah kelompok. Apabila anda pernah mendapatkan pengalaman kelompok atau apabila ada komponen eksperimental dari bab ini, berpikir mengenai apa yang anda rasakan ketika kelompok mulai. Apa pemikiran dan perasaan anda sebelum bergabung dengan kelompok? Informasi apa yang tersedia? Informasi apa yang tidak diberikan ? sebanyak mungkin, kita mendorong anda untuk belajar bab dalam bab ini dari sudut pandang pribadi. Harapan kita adalah bahwa cerminan diri anda akan membantu anda dalam merancang lebih baik dan memfasilitasi kelompok dengan lainnya.

B. Karakteristik kelompok pada tahap awal
Proses utama selama tahap awal dari sebuah kelompok adalah orientasi dan eksplorasi yaitu seorang pemimpin berusaha untuk menciptakan rasa kepercayaan dan rasa aman terhadap anggota kelompok. Anggota menjadi lebih akrab, belajar bagaimana fungsi kelompok, mengembangkan norma tertulis dan tidak tertulis yang akan mengatur prilaku dalam kelompok, menggali ketakutan dan harapan mereka terhadap kelompok, jelaskan harapan mereka, menunjukan tujuan pribadi mereka, menentukan apakah kelompok tersebut aman. Tahapan ini ditunjukan oleh anggota yang menunjukan rasa takut dan sungkan seperti harapan dan keinginan. Tingkatan kepercayaan yang dapat ditimbulkan dalam kelompok akan ditentukan oleh bagaimana pemimpin mengatasi reaksi-reaksi tersebut.

C. Tujuan utama tahap orientasi
 Untuk saling mengenal antar sesama anggota
 Untuk mengetahui identitas masing-masing anggota
 Mengembangkan kepercayaan antara sesama anggota dan pemimpin

D. Beberapa masalah dalam tahap orientasi
1. Keraguan dalam kelompok
Pada bagian awal ini sangat umum bagi partisipan merasa ragu mengenai harapan mereka dalam kelompok: kebanyakan anggota merasa tidak yakin mengenai norma-norma atau peraturan dalam kelompok dan sering terjadi anggota kelompok tersebut hanya pasif dan diam. Beberapa anggota mungkin merasa tidak sabar dan merasa siap untuk bekerja sedangkan yang lainnya mungkin merasa malas dan tidak ingin terlibat. Apabila gaya kepemimpinan anda lemah, tingkat keraguan anggota akan menjadi tinggi karena keambiguan keadaan. Mereka mungkin bertanya “apa yang seharusnya kita lakukan di sini” atau mengatakan “aku tidak tahu apa yang harus aku bicarakan”.
Selama pertemuan awal kelompok, anggota mengamati sikap pemimpin dan berpikir mengenai keamanan dalam kelompok. Kepercayaan dapat hilang atau diraih tergantung pada cara pemimpin menangani konflik atau reaksi dari anggotanya. Dialog antar anggota mungkin akan berbunyi: “aku akan mengambil kesempatan dan mengatakan apa yang aku pikirkan dan kemudian aku akan melihat bagaimana pemimpin dan anggota lainnya merespon perkataanku ini”. Apabila mereka ingin mendengarkan apa yang aku rasa mengganguku mungkin aku dapat mempercayai mereka lebih dalam. Tugas seorang pemimpin kelompok adakh sadar akan sifat sementara dari diskusi dalam tahap awal dan memperlakukan komentar negatif dengan rasa terbuka dan menerima.

2. Rasa sungkan dan pertimbangan budaya
Sangat sering pada tahap awal sebuah kelompok , anggota mungkn sungkan terlibat lebih jauh dalam sebuah kegiatan. Peringatan pada anggota sangat diharapkan. anggota mungkin merasa terintimidasi oleh pemimpin dan mungkin melihat pemimpin dengan rasa curiga. Yang lainnya mungkin meragukan bahwa kelompok konseling dapat menjadi berarti dalam membantu mereka menyelesaikan masalah mereka. Beberapa mungkin tidak percaya bahwa mereka memiliki kebebasan unutuk berbicara mengenai hal pribadi mereka, mengamati, dan menunggu sesuatu untuk terjadi.
Faktor budaya juga mempengaruhi kesiapan anggota untuk berpartisipasi dalam kelompok. Beberapa anggota mungkin percaya hal ini tidak berarti untuk membicarakan secara gamblang mengenai masalah pribadi mereka. Yang lainnya mungkin merasa tanda kelemahan untuk mengungkapkan masalah pribadi atau perasaan mereka. Anggota tersebut yang mengalami masalah perbadaan budaya melawan mereka yang berbicara mengenai keluarga mereka dalam sebuah kelompok yang mungkin malas untuk mengambil peran memainkan secara simbolis berbicara dengan orang tua mereka.
Beberapa hal berikut ini adalah indentifikasi dari rasa takut yang dialami oleh partisipan
• akankah aku diterima disini?
• Akankah aku mampu mengekspresikan diriku sendiri sehingga yang lainnya dapat memahami saya?
• Bagaimana nantinya bila interaksi dalam kehidupan sehari hari berbeda dengan kelompok
• Saya takut saya akan dihakimi, khususnya apabila saya berbeda dengan keadaan sehari hari
• Saya berpikiran bahwa saya tidak tepat dengan kelomok
• Jika saya takut saya mungkin akan keluar dari kelompok
• Akankah saya merasa tertekan untuk mengungkapkan masalah pribadi dan dipaksa untuk bertindak?
• Apakah apabila pengajar atau orang tua menanyakan apa yang telah saya lakukan dalam kelompok saya?
• Akan saya menceritakan banyak tentang diri saya
• Aku takut terluka
• Bagaimana bila kelompok menyerang saya
• Bagaimana apabila saya disuruh melakukan sesuatu yang melawan nila-nilai budaya saya?
• Bagaimana bila saya menemukan tentang diri saya sendiri yang dapat diraih?
• Saya takut aku akan mengubah dan bahwa kemudian saya tidak suka dengan baju aslinya

3. Agenda tersembunyi
Bentuk umum dari ketahanan dalam kelompok yang berkaitan dengan keberadaan dari agenda tersembunyai – sebuah hal yang tidak diutarakan secara terbukan dibahas. Apabila dorongan untuk menghadapi masalah ini masih kurang. Proses kelompok akan turun karena norma tidak digunakan, perhatian, dan pertahanan menggantikan norma yang terbuka. Ketika terdapat reaksi yang tidak dibicarakan , rangkaian umum dari sifat muncul, kepercayaan turun, tensi interpersonal muncul, orang dijaga dan tidak ingin untuk mengambil resiko, pemimpin tampak untuk bekerja dengan keras daripada anggota, dan terdapat perasaan aneh yang terkadang tidak masuk akal.

4. Mengatasi masalah/konflik lebih awal
Konflik dapat muncul pada setiap tahap di kelompok kerja, walaupun sering selama masa transisi. Konflik yang muncul dalam sebuah kelompok harus dengan cukup diatasi, atau akan mengurangi kohesi dalam kelompok. Ketika konflik pertama kali terjadi, anggota menyadari dan mengamati tindakan pemimpin. Sangat penting bagi pemimpin untuk merespon dan memfasilitasi resolusi dari konflik sehingga kelompok dapat bergerak kedepan.
Mari kita melihat konflik yang mungkin mendasari sepanjang pertemuan kelompok pertama.

Pemimpin: apa yang kamu sadari dalam ruangan ini?
Emily: aku tahu aku akan menyukai kamu. Saya rasa anda kritis dan suka menghakimi
Latoya: itu masalahmu. Aku juga tidak suka
Kelompok menjadi diam, dan kekuatan dalam ruangan tersebut jelas untuk semua orang.

5. Fokus diri sendiri melawan fokus kepada orang lain
Satu sifat dari banyak anggota dalam awal kelompok adalah kecenderungan untuk berbicara mengenai lainnya dan berfokus pada orang dan keadaan diluar kelompok. Partisipan yang terlibat dalam penceritaan cerita akan mencurangi mereka menjadi mempercayai yang mereka lakukan bersama, ketika pada kenyataannya mereka menghindari berbicara mengenai perasaan mereka sendiri. Mereka mungkin berbicara mengenai keadaan hidup, namun mereka memiliki kecenderungan untuk berfokus pada apa yang orang lain lakukan untuk menyebabkan kesulitan mereka. Pemimpin kelompok yang terlatih membantu anggota seperti itu untuk mengamati reaksi mereka dengan yang lainnya.
Selama tahap awal kelompok, tugas utama pemimpin adalah untuk mendapatkan anggota kelompok berfokus pada diri mereka sendiri. Ketika anggota berfokus pada yang lainnya sebagai sebuah cara untuk menghindari eksplorasi diri sendiri, tugas kepemimpinan anda adalah untuk mengatur mereka kembali untuk reaksi mereka sendiri. Contohnya anda mungkin mengatakan, “aku sadar bahwa anda membicarakan banyak mengenai beberapa orang penting dalam kehidupan anda.” Mereka mungkin tidak disini, dan kita tidak akan mampu untuk bekerja dengan mereka. Namun kita mampu bekerja dengan perasaan anda dan reaksi tehadap mereka dan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi anda.


6. Fokus disini dan sekarang melawan fokus disana dan
kemudian
Beberapa kelompok memiliki perhatian utama pada apa yang terjadi sekarang di ruangan. Kelompok lain berfokus sepenuhnya pada masalah luar dimana anggota membawa pertemuan atau berkaitan dengan topik tertentu untuk eksplorasi.
Dalam kelompok , kita memiliki baik fokus disini dan sekarang dan fokus disana dan kemudian. Anggota seringkali tidak siap yang berkaitan dengan hal signifikan yang menyinggung kehidupan mereka dari kelompok sampai mereka berkaitan dengan reaksi satu sama lain dalam ruangan. Untuk mengeksplorasi masalah peribadi, anggota harus pertama merasakan lingkungan yang aman dan dapat dipercayai.

7. Kepercayaan melawan ketidakpercayaan
Apabila sebuah rasa dasar tidak terbentuk pada bagian luar dari kelompok. Masalah serius dapat diprediksikan terjadi. Orang dapat dikatakan mengembangkan kepercayaan dalam satu sama lain ketika mereka dapat mengekspresikan segala rasa tanpa rasa takut; ketika mereka memutuskan untuk diri mereka sendiri tujuan tertentu dan area pribadi untuk mengeksplorasi; ketika mereka fokus pada diri mereka sendiri, tidak ke yang lainnya; dan ketika mereka ingin mengambil resiko melampirkan aspek pribadi mereka. Kepercayaan meliputi rasa keamanan, namun tidak berarti menjadi nyaman.
Sebaliknya, kurang rasa percaya ditunjukkan dengan kemarahan terpendam dan kecurigaan dan ketidakinginan untuk berbicara mengenai perasaan ini. Manifestasi lain dari kurang kepercayaan adalah anggota berada dalam keadaan abstrak atau lebih intelektual dan samar mengenai apa yang mereka harapkan dari kelompok terapeutik. Sebelum iklim kepercayaan ditumbuhkan, orang cenderung untuk menunggu bagi pemimpin untuk memutuskan bagi mereka apa yang mereka perlu untuk diamati. Segala lampiran yang dibuat cenderung buatan, dan pengambilan keputusan berada pada tingkat rendah.


E. Peran Pemimpin dan Anggota dalam menciptakan kepercayaan
a. Pentingnya pemberian model/contoh
Keberhasilan anda dalam menciptakan kepercayaan dalam sebuah kelompok yang berhubungan dengan betapa bak anda menyiapkan baik diri anda sendiri dan anggota. Apabila anda memberikan pemikiran yang baik terhadap mengapa anda mengatur kelompok, apa yang anda harapkan untuk tercapai, dan bagaimana anda akan mencapai tujuan anda, kesempatan meningkat bahwa anda akan percaya diri. Anggota akan melihat keinginan anda untuk berpikir mengenai kelompok sebagai sebuah tanda yang anda perhatikan. Lebih jauh lagi, apabila anda melakukan pekerjaan yang cukup – memberikan informasi kepada anggota mengenai kebebasan dan tanggung jawab merka, memberikan beberapa saat untuk mengajari proses kelompok, mengeksplorasi kongruen antara nilai budaya dari pengalaman yang berhasil – anggota akan menyadari bahwa anda mengerjakan pekerjaan anda dengan serius dan bahwa anda tertarik dalam kesejahteraan mereka.
Mengembangkan kepercayaan adalah tugas utama untuk tahap awal dari sebuah kelompok. Tidak mungkin untuk menekankan signifikan dari sosok pemimpin dan perilaku yang ditunjukkan melalui perilaku pemimpin pada tahap awal ini. Dalam memikirkan peran anda sebagai seorang pemimpin, tanyakan diri anda sendiri pertanyaan pertanyaan berikut ini:
 apakah aku merasa energetik dan entusias mengenai kelompok ini?
 Apakah aku mempercayai diri saya sendiri untuk dapat memimpin secara efektif?
 Pada tingkat apa aku mempercayai anggota kelompok untuk bekerja secara efektif dengan anggota yang lain?
 Apakah aku dapat hadir secara psikologis dalam pertemuan, dan apakah aku akan terbuka mengenai reaksi saya sendiri terhadap apa yang terjadi dalam kelompok?

b. Sikap dan tindakan yang membangun kepercayaan
Beberapa tindakan dan sikap dari pemimpin meningkatkan tingkat kepercayaan dalam sebuah kelompok. Beberapa faktor ini meliputi menyimak, mendengarkan perilaku baik verbal ataupun noverbal, empati, keaslian dan saling menghormati, dan pemberian konfrontasi.
Memperhatikan pesan verban maupun non verbal dari orang lain diperlukan untuk menciptakan kepercayaan antara sesama anggota. Apabila mendengar, menyimak dan memahami tidak ada, tidak akan ada dasar untuk hubungan antara anggota. Apabila anggota merasa bahwa mereka didengarkan dan dipahami secara mendalam, mereka akan mempercayai lainnya.
Baik pemimpin ataupun anggota mungkin menunjukkan perhatian yang kurang dalam beberapa hal. Disini adalah beberapa yang paling umum: (1) tidak fokus pada pembicara namun berpikir apa yang akan dikatakan berikutnya (2) menanyakan banyak pertanyaan tertutup yang menggali untuk informasi mendetail dan tidak relevan (3) berbicara terlalu banyak dan tidak mendengarkan dengan cukup, (4) memberikan saran saja tanpa mendorong pembicara untuk bertindak, (5) memberikan perhatian hanya pada apa yang orang katakan secara terbukan dan kehilangan apa yang mereka ingin sampaikan secara verbal dan (6) terlibat dalam proses menyimak yang eksplisit/terbuka.
Anggota kelompok tidak selalu memiliki kemampuan menyimak yang baik, juga mereka tidak selalu merespon secara efektif pada apa yang mereka raih. Oleh karena itu, mengajari pengajaran dasar menyimak dan kemampuan merespon adalah satu bagian dari proses kepercayaan. Memperhatikan tingkat kemampuan menyimak yang baik ditunjukkan dalam kelompok. Apabila anggota tidak merasa mengerti, mereka biasanya tidak dekat secara pribadi. Mengapa mereka harus mengungkapkan diri mereka sendiri kepada mereka yang tidak mendengarkan mereka?

c. Belajar membantu menciptakan kepercayaan
Belajar untuk membantu membangun kepercayaan. Kita diyakinkan bahwa kepercaya dirian adalah penting apabila anggota harus merasa aman dalam sebuah kelompok. Bahkan apabila tidak seorangpun menanyakan pertanyaan mengenai sifat dasar dan batasan dari kepercayaan diri, kita masih menekankan pentingnya menghargai sifat percaya diri dari interaksi dalam kelompok dan anggota mengenai bagaimana hal tersebut dapat dihancurkan: kita menjelaskan betapa mudah mungkin untuk menerobos tanpa bermaksud untuk melakukannya. Kita menjelaskan kepada anggota bahwa hal ini adalah tanggung jawab mereka untuk secara bekelanjutan membuat ruangan aman dengan mengatasi fokus mereka yang berkaitan dengan hal yang mereka tanggani. Apabila anggota merasa bahwa yang lainnya mungkin berbicara diluar pertemuan, hal ini tentu saja merintangi kemampuan mereka untuk berpartisipasi secara penuh.
Dalam kelompok kami anggota seringkali mendengar dari kita bahwa hal ini tidak berarti untuk membuka dengan cepat tanpa sebuah dasar keselamatan. Satu cara untuk menciptakan keamanan ini dan lingkungan kepercayaan untuk mengungkapkan ketakutan, konsentrasi, dan reaksi mereka selama pertemuan awal. Hal ini bergantung pada masing-masing anggota untuk memutuskan apa yang harus dimasukkan pada anggota dan sejauh apa untuk mempengaruhi topik pribadi ini. Partisipan seringkali menunggu untuk beberapa orang lainnya untuk mengambil resiko pertama atau untuk menciptakan beberapa isyarat kepercayaan. Mereka dapat menantang hal ini secara paradoks dengan mengungkapkan ketakutan atau kepercayaan mereka. Anggota dapat mendapatkan dari menunjukkan diskusi yang akan membuat kebenaran asli berkembang.

Contohnya: Harold lebih tua dari kebanyakan anggota dikelompoknya dan ia takut bahwa mereka tidak dapat untuk berempati kepada dia, bahwa mereka akan mengabaikan dia dari segala aktifitas, dan bahwa mereka akan melihatnya sebagai orang asing – seorang figur orang tua. Setelah ia menunjukkan ketakutan ini, banyak anggota memberikan Harold pujian untuk kemauannya mengungkapkan ketidak percayaannya. Pengungkapannya, dan respon terhadap hal ini, merangsang lainnya untuk mengekspresikan beberapa perhatian mereka. Hal ini merangsang kepercayaan dalam seluruh anggota dengan membuatnya jelas bahwa tepat untuk mengekspresikan ketakutan. Selain ditolak, Harold disetujui dan diberi penghargaan atau apresiasi karena ia berkeinginan untuk membuat bagian signifikan dari ia sendiri seperti yang diketahui oleh anggota lainnya.

d. Mengungkapkan perasaan yang keras/gigih
Terkadang anggota menjaga perasaan bosan mereka, marah atau kecewa dari anggota lainnya. Sangat penting bahwa perasaan gigih berkaitan dengan proses kelompok untuk terjadi. Kita seringkali membuat pernyataan kepada anggota seperti”apabila anda merasa sendiri, beritahu aku atau ”apabila anda mengalami kesusahan atau marah dengan anggota lainnya, jangan menjaga perasaan ini pada diri anda sendiri.
Contohnya: dalam kelompok remaja yang bertemu sekali selama 10 minggu, Luella menunggu hampir selama tiga pertemuan untuk mengungkapkan bahwa ia tidak percaya baik pada anggota lain atau pada ketua kelompok, bahwa ia marah karena ia merasa tertekan untuk ikut berpartisipasi, dan baha ia tidak tahu apa yang ia harapkan menjadi anggota kelompok. Ia mengalami masa jenuh sejak pertemuan pertama namun tidak mengutarakan reaksinya. Pemimpin membuat Luella mengetahui betapa penting bagi dia untuk mengungkapkan perasaan ini sehingga dapat diselesaikan dan dicari solusinya.

e. Waspada pada jargon yang menyesatkan.
Dalam kelompok tertentu orang belajar bahasa baru yang dapat menghilangkan mereka dari pengalaman langsung. Contohnya, mereka mungkin belajar frase seperti “aku merasa terhubung olehmu” I ingin lebih dekat dengan perasaan ini dan aku ingin berhenti dari permainan ini. Apabila istilah seperti terhubung, menjadi dekat, terhubung tidak secara jelas diartikan , kualitas komunikasi akan menjadi buruk.

f. Memutuskan bagi diri anda seberapa banyak anda harus mengungkapkan diri anda
Contohnya, dalam kelompok mingguan, Luis pada awalnya mengungkapkan bahwa ia adalah seorang homo. Pada pekerjaannya ia tidak ingin berbicarea terbuka mengenai orientasi seksualnya. Walaupun Luis ingin berbagi dengan kelompoknya banyak perjuangan menjadi homo Latino, ia mengatakan ia tidak siap untuk berbicara mengenai kesulitan yang ia alami dalam hubungannya. Pada saat ini di kehidupannya, Luis merasa malu mengenai orientasi seksualnya, khususnya yang berkaitan dengan hubungannya dengan keluarganya. Walaupun sulit bagi dia untuk berbicara mengenai perasaannya menjadi seorang gay atau homo di kelompoknya, Luis menantang dirinya sendiri untuk mempercayai yang lainnya dengan perhatian yang paling dalam dari dalam dirinya. Satu nilai budaya yang ia tumbuhkan adalah untuk menjaga masalah pribadi menjadi masalah dia sendiri. Walaupun dia tidak merasa nyaman membahas masalah hubungannya dengan rekannya, Luis ingin berbagi dengan kelompoknya banyak dari keraguan, ketakutan, dan penasarannya, khususnya ketakutannya untuk ditolak dan dihakimi sendiri di dalam masyarakat. Karena pemahaman ini yang ia rasa dari anggota kelompok lainnya, Luis didorong untuk berbagi lebih mengenai hidupnya dalam kelompok dari yang ia dapat lakukan kepada orang lain diluar kelompoknya.

g. Menjadi partisipan yang aktif, bukan pengamat
Seorang partisipan mungkin mengatakan aku bukan orang yang banyak bicara. Sulit bagi saya untuk merumuskan pemikiran saya, dan saya takut saya tidak dapat mengespresikan diri saya sendiri dengan baik. Jadi saya biasanya tidak mengatakan apa apa dalam kelompok. Namun saya mendengarkan pada apa yang orang lain katakan, dan saya belajar melalui pengamatan saya. Saya benar-benar tidak berpikir saya harus berbicara setiap saat untuk mendapatkan interaksi dan bereaksi secara non verbal, pembelajaran mereka cenderung terbatas. Apabila anggota menganggap pendirian tidak memberikan kontribusi yang lainnya tidak akan pernah datang untuk mengetahui mereka, dan mereka dapat dengan mudah merasa tertipu dan marah.

h. Mengharapkan beberapa kekacauan dalam hidup anda
Partisipan dalam kelompok terapeutik/mengandung unsur pengobatan harus diberikan peringatan bahwa keterlibatan mereka mungkin membuat rumit keadaan luar untuk beberapa saat. Hal ini dapat sangat mengejutkan bagi anggota untuk menemukan bahwa yang lainnya berpikir mereka baik baik saja dan pecahan yang diakibatkan mungkin membuatnya lebih sulit dari pada untuk memperbaiki pola yang sudah familiar. Oleh karena itu, sangat penting bagi anggota untuk disiapkan untuk fakta bahwa tidak seorangpun akan menyukai atau menyetujui beberapa kesempatan yang mereka ingin buat. Sama seperti ketika anda membuat sebuah pertemuan, cara anda menutup pertemuan adalah penting. Seringkali seorang pemimpin akan hanya mengucapkan waktu habis, dengan tidak ada usaha untuk merangkum dan dengan tidak memberikan dorongan pada anggota untuk melatih masalah yang telah dibahas. Pilihan kita untuk menutup masing masing pertemuan adalah dengan mengembangkan norma pengharapan masingmasing anggota untuk berpartisipasi secara singakat dalam proses penutupan.

i. Mengharapkan untuk menemukan aspek positif dari diri anda
Sebuah ketakutan umum mengenai terapi adalah bahwa anda akan menemukan betapa tidak bergunanya anda. Walaupun, seringkali orang dalam kelompok mulai menyadari bahwa mereka dapat mengendalikan aspek lebih dari kehidupan anda daripada mereka sebelumnya dirasa mungkin.

j. Memperhatikan hasil yang konsisten
Anggota perlu belajar baha hasil dapat menjadi sebuah sumber informasi yang bernilai yang mereka gunakan dalam mengamati apa yang mereka lakukan dalam kelompok dan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi yang lainnya. Anggota melakukan dengan baik untuk mendengarkan baik baik pada hasil konsisten yang diterima. Seseorang mungkin mendapatkan hasil yang sama dari banyak orang dalam kelompok yang berbeda namun masih menganggap itu sebagai tidak absah. Walaupun sangat penting untuk mendiskriminasi, sangat penting untuk menyadari bahwa sebuah pesan telah diterima dari sejumlah orang harus memiliki keabsahan.

k. Panduan untuk membuka pertemuan
Terkadang pemimpin tidak cukup memperhatikan pada bagaiman cara mereka membuka sebuah pertemuan. Mereka cenderung untuk berfokus pada orang yang berbicara pada mereka pertama kali dan tetap dengan orang itu untuk beberapa waktu lamanya. Seringkali tidak ada usaha untuk menghubungkan pertemuan berikutnya dengan pertemuan sebelumnya, dan pemimpin tidak memeriksa masing masing anggota untuk menentukan bagaimana anggota menginginkan untuk menggunakan waktu mereka untuk pertemuan tertentu. Apabila sebuah pertemuan dimulai mendadak, mungkin sulit untuk melibatkan banyak anggota dalam pekerjaan yang produktif untuk pertemuan tersebut. Oleh karena itu, beberapa jenis pemanasan diperlukan sebelum pekerjaan dimulai.
Bagi kelompok yang memenuhi dasar umum, seperti pertemuan satu minggu sekali, kita menganjurkan beberapa prosedur berikut ini untuk membuka masing-masing pertemuan dalam cara yang efektif:
 proses check ini dengan secara singkat menyatakan apa yang mereka inginkan dari pertemuan itu. Selama waktu check ini, tujuan kita

F. Hal-hal Yang Perlu diingat Dalam Tahap Orientasi
a. Sifat-sifat tahap awal
Tahap awal dari sebuah kelompok adalah waktu orientasi dan menentukan struktur dari kelompok.
Pada tahap ini:
 Partisipan menguji lingkungan kelompok dan mendapatkan kenalan.
 Anggota belajar apa yang diharapkan, bagaimana fungsi kelompok, dan bagaimana untuk berpartisipasi dalam kelompok.
 Pengambilan resiko relatif rendah, dan eksplorasi hanya bersifat sementara
 Kohesi kelompok dan kepercayaan secara berangsur-angsur dikembangkan apabila anggota ingin untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
 Anggota berfokus dengan apa yang terlibat dan tidak, dan mereka mulai untuk menjelaskan tempat mereka dalam kelompok
 Reaksi negatif mungkin menjadi permukaan ketika anggota menguji menentukan apakah semua perasaan dapat diterima
 Kebenaran melawan ketidakpercayaan adalah hal penting
 Periode diam dan aneh mungkin terjadi , anggota mungkin melihat arah dan berpikir tentang apakah itu kelompok.
 Anggota menentukan siapa yang dapat mereka percayai, seberapa banyak mereka mengungkapkan perasaan mereka, seberapa aman kelompok itu, siapa yang disukai dan tidak disukai, dan bagaimana untuk terlibat dalam kelompok.
 Anggota belajar sikap dasar dari menghargai, empati, diterima, perhatian dan bertanggung jawab

b. Peran anggota dalam tahap orientasi
Pada awal bab ini beberapa peran anggota yang penting dan tugasnya penting untuk membentuk kelompok:
 Mengambil langkah aktif untuk menciptakan iklim saling mempercayai, takut akan meningkatkan kemalasan anggota untuk berpartisipasi
 Belajar untuk mengekspresikan perasaan anda dan pemikiran anda, khususnya ketika mereka menyinggung interaksi dalam kelompok
 Berkeinginan untuk mengekspresikan ketakutan, harapan, konsentrasi, dan harapan yang berkaitan dengan kelompok.
 Berkeinginan untuk membuat diri anda sendiri diketahui oleh yang lainnya dalam kelompok; anggota yang tetap tersembunyi tidak memiliki interaksi yang berarti dengan kelompok.
 Sebanyak mungkin, terlibatlah dalam penciptaan peraturan dan norma-norma dalam kelompok.
 Mengembangkan tujuan pribadi dan spesifik yang akan mengatur partisipasi kelompok
 Belajar dasar-dasar dari proses kelompok, khususnya bagaimana untuk terlibat dalam interaksi kelompok; pemecahan masalah dan pemberian nasehat antar anggota.

c. Fungsi pemimpin dalam tahap orientasi
Tugas utama dari pemimpin selama masa orientasi dan eksplorasi dari kelompok adalah sebagai berikut ini :
• Mengajari partisipan beberapa panduan umum dan cara untuk berpartisipasi secara aktif yang akan meningkatkan kesempatan mereka memiliki kelompok yang produktif.
• Mengembangkan peraturan dasar dan mengatur norma norma
• Mengajari dasar proses kelompok
• Membantu anggota dalam mengekspresikan ketakutan dan harapan mereka, dan bekerja melalui pengembangan kepercayaan.
• Terbuka dengan anggota dan secara psikologis hadir untuk mereka.
• Membantu anggota mengembangkan tujuan pribadi yang konkret
• Menyediakan tingkat pembentukan yang akan meningkatkan kemandirian anggota
• Mengajari anggota dasar kemampuan antar pribadi seperti mendengarkan secara aktif dan merespon dengan baik
• Menguasai kebutuhan kelompok dan berusaha memimpin supaya tujuannya tercapai.

MEMFASILITASI, MEMBUKA DAN MENUTUP Dasar Untuk Keahlian Kelompok

Dasar dari kahlian kelompok adalah apa yang sebagian besar anggota kelompok sebut dengan “keahlian untuk memfasilitasi.” Fasilitasi berarti seni untuk membantu orang untuk dapat saling berkomunikasi dengan lebih mudah.” Jika pemimpin tidak memiliki keahlian memfasilitasi, proses bekerja dalam kelompok tidak akan berjalan lancar, kelompok menjadi tidak aktif, para anggotanya saling bercakap-cakap sendiri, anggota kelompok merasa bosan, anggota kelompok mengalami frustrasi atau beberapa anggota kelompok akan mendominasi. Keahlian untuk memfasilitasi mengharuskan pemimpin untuk membuat semua anggota kelompok aktif.
Keahlian pemimpin dalam memfasilitasi :
1. Pemimpin sebagai yang mengamati-yang berpartisipasi.
2. Keahlian memfasilitasi interaksi kelompok.
3. Keahlian membuka sesi diskusi dalam kelompok.
4. Keahlian menutup sesi diskusi dalam kelompok.
5. Menggunakan kegiatan terstruktur dengan hati-hati.

1. PEMIMPIN SEBAGAI ORANG YANG MENGAMATI , YANG BERPARTISIPASI
1.1. Pemimpin Sebagai Pengamat
Pemimpin mengamati dinamika kelompok dan proses antar individu. Anda mengamati bagaimana seorang anggota mengalami kesulitan mengungkapkan perasaan dirinya sendiri dengan berbicara tidak jelas. Anda akan memperhatikan bahwa ada anggota lainnya yang merasa memiliki kewajiban untuk membantu anggota lain yang mengalami kesulitan. Anda akan melihat bagaimana ada anggota lain yang menjadi defensif ketika kelompok memberikan tantangan kepadanya.
1.2.Pemimpin Sebagai Orang Yang Berpartisipasi
Pemimpin berpartisipasi dalam kegiatan yang dia arahkan untuk kelompok. Jika Anda meminta kelompok untuk menebak perasaan anggota tertentu, katakanlah, perasaan Tracy, maka Anda harus berpartisipasi untuk masuk kedalam dunia dalam diri Tracy.
1.3.Kepemimpinan yang Terpusat Pada Kelompok
Pemimpin meminta anggota anggota kelompok untuk berperan aktif pertama kali dan kemudian bergabunglah dengan mereka. Anda ingin menghadirkan sesuatu yang “terpusat pada kelompok” (kelompoklah yang penting). Ketika para anggota kelompok telah menyelesaikan kontribusi mereka, kemudian sebagai pemimpin Anda dapat bergabung dengan mereka untuk memberikan : empati, pemahaman, reaksi, kepedulian atau apapun itu yang belum ada dalam kontribusi kelompok. Anda menjadi yang berpartisipasi dan yang mengamati.
2. KEAHLIAN MEMFASILITASI INTERAKSI KELOMPOK
Kekuatan kelompok berasal dari interaksi kelompok dalam bentuk kuantitas dan kualitasnya. Dialog anggota dengan anggota harus dibentuk. Karena kelompok sendiri adalah organisme yang hidup, komunikasi dalam kelompok akan mengalir seperti jaringan dimana didalamnya setiap komponen memiliki cara untuk berkomunikasi dengan komponen yang lain.
2.1.Balasan Sederhana
Berfungsi sebagai minyak pelumas kelompok yang membantu mesin kelompok terus bergerak.
2.2.Mengamati Reaksi Kelompok
Pemimpin harus terus melihat ke semua arah dengan perlahan untuk mengamati reaksi para anggota lainnya ketika seorang anggota berbicara. Tetap pertahankan penguasaan ruang sebaik mungkin.
Jika pemimpin tidak mengalihkan tatapan matanya dengan anggota dan memperhatikan para anggota lain, dia akan menciptakan masalah seperti ini:
2.2.1.Para anggota lain akan merasa tidak diperhatikan dan tidak merasa tertarik lagi.
2.2.2.Pemimpin tidak mampu memperhatikan reaksi para anggota lainnya terhadap apa yang sedang dikatakan.
2.2.3.Pemimpin tidak tahu anggota mana yang ingin berbicara setelah itu.
2.2.4.Pemimpin secara non verbal justru akan mendorong anggota yang berbicara untuk terus bicara meskipun para anggota kelompok mungkin ingin mendengar apa yang anggota lain ingin
2.3.Menggunakan Isyarat Non Verbal Untuk Mendorong Diskusi
Isyarat-isyarat non verbal seperti mencondongkan tubuh kedepan, menganggukan kepala, ekspresi wajah dan pergerakan tubuh. Anda dapat menggunakan isyarat-isyarat ini untuk mendorong partisipasi anggota jika anggota terlihat enggan melakukannya sendiri.
2.4.Memberikan Cukup Waktu Untuk Respon
Ketika memfasilitasi kelompok, pemimpin harus memastikan bahwa ada cukup waktu bagi anggota untuk merespon. Jika hanya ada satu atau dua anggota kelompok yang memberikan respon kepada pemimpin, maka pemimpin harus meminta lebih banyak respon. Kadang para anggota membutuhkan lebih banyak waktu untuk memikirkan dan mengatur apa yang mereka ingin katakan terutama untuk para anggota yang tidak dapat merespon dengan cepat atau tidak tebiasa untuk mengungkapkan ekspresi mereka dengan agresif.
2.5.Mengajak Semua Anggota Kelompok Terlibat Aktif
Untuk membuat semua anggota kelompok terlibat aktif, pemimpin secara berkala harus mengalihkan perhatian ke anggota lain setelah seorang anggota selesai menceritakan masalahnya. Dengan cara ini pemimpin dapat memastikan bahwa semua anggota merasa diterima dan tidak seorangpun merasa diabaikan oleh kelompok.
2.6.Menghalangi dan Mengarahkan Kembali
Pemimpin harus menekan perilaku yang langsung mengambil kesempatan bicara memfasilitasi perilaku yang produktif. Untuk melakukannya pemimpin memerlukan untuk menghalangi dan mengarahkan kembali. Pemimpin takut bahwa orang yang perkataannya terpotong akan menjadi marah. Tetapi pemimpin bertanggungjawab terhadap hasil keseluruhan dari kelompok, oleh karena itu dia tidak boleh membiarkan terus perilaku yang merugikan untuk kelompok.
2.7.Mendorong Anggota Kelompok yang Pendiam Untuk Terlibat Aktif
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan ketika pemimpin mencoba mengajak anggota yang pendiam untuk ikut berpartisipasi. Pertama, jangan mengajak seseorang ikut berpartisipasi sampai memang dibutuhkan. Para anggota akan tergantung kepada pemimpin jika pemimpin sering menunjuk orang. Kedua, jangan pernah menunjuk seseorang yang tidak berkomitmen. Biarkan mereka melihat anggota lainnya sebelum mereka siap berpartisipasi. Beberapa anggota dari kultur tertentu mungkin membutuhkan waktu sejenak untuk melihat-lihat sebelum berpartisipasi. Tentu saja, pemimpin dapat mengajak mereka untuk berbagai pendapat mereka tetapi hanya pada level dimana mereka merasa nyaman. Jika mereka ragu-ragu, jangan mendorong mereka untuk langsung terlibat kedalam interaksi kelompok.
2.8.Mundur dan Memfokuskan Kembali
Ketika interaksi dapat berubah menjadi obrolan yang tidak memiliki fokus atau kehilangan topik yang relefan dengan tujuan kelompok. Pemimpin harus bertindak cepat untuk mengarahkan kembali fokus kelompok.
2.9.Meringkas Tema
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang meringkas tema-tema yang dibahas kelompok sebelum bergerak ke topik berikutnya. Meringkas tema akan membantu anggota kelompok untuk tetap mengingat apa yang mereka pelajari dari pembahasan sebelumnya.
2.10.Ketika Anggota kelompok Menangis
Ketika anggota kelompok menangis seringkali menunjukan bahwa topiknya menyentuh perasaan emosi mereka yang dalam.Pemimpin harus mendorong anggota tersebut untuk merasa bahwa menangis adalah tindakan yang benar dan terus bersentuhan dengan apa yang menyebabkan dia menangis. Berikut ini adalah situasi yang berbeda yang membutuhkan respon yang berbeda dari pemimpin.
Ketika tingkat kepercayaan didalam kelompok tinggi, pemimpin dapat mendorong anggota kelompok untuk masuk lebih dalam kedalam emosi mereka.
2.11.Respon Empati Antar Anggota
Merefleksikan emosi klien adalah inti dari tugas terapis. Ini adalah dasar dari konseling perorangan. Meskipun demikian dalam situasi berkelompok, pemimpin tidak harus menanggung seluruh tanggungjawab untuk memberikan empati di bahunya saja. Jika dia melakukan ini, dia akan merubah sesi pembahasan kelompok menjadi konseling perorangan dalam jumlah banyak, dia akan mendominasi, tidak memimpin kelompok. Pemimpin harus merefleksikan emosi dan masalah inti anggota pada saat bersamaan, tetapi hanya diarahkan
2.12. Pemimpin Yang Memberikan Contoh Tentang Respon Empati
Jika tidak ada seorangpun dalam kelompok yang memberikan empati kepada anggota , pemimpin dapat melangkah masuk kedalam. Pemimpin harus memberikan contoh kepada anggota kelompok lainnya terkait dengan bagaimana mengekspresikan empati mereka.
2.13.Tidak Menyebut Kelompok Dengan Mereka
Ketika pemimpin berbicara dengan kelompok, dia seharusnya tidak menyebut kelompok dengan kata-kata seperti mereka atau milik mereka. Pemimpin harus memanggil mereka dengan menggunakan sebutan kalian.
2.14.Mengatasi Kesunyian
Dalam tahap awal, kelompok seringkali menghadapi kesunyian. Ada dua macam kesunyian: kesunyian produktif dan kesunyian tidak produktif (Jacobs, Masson & Harvill 2002).
Kesunyian produktif, terjadi ketika para anggota sedang berbicara dengan nada suara yang pelan tentang apa yang telah dikatakan atau dilakukan dalam kelompok. penghormatan pada apa yang sedang terjadi dalam kelompok. Ketika pemimpin menghadapi kesunyian, sebaiknya dia membiarkan kesunyian berlangsung selama satu atau dua menit atau selama yang diperlukan untuk pemrosesan internal.
Kesunyian tidak produktif, terjadi ketika anggota kelompok merasa bosan, bingung atau takut untuk berbicara. Ketika kesunyian tidak produktif terjadi, pemimpin dapat meringkas apa yang telah dibahas dan menemukan intervensi baru atau poin pembahasan baru.

2.15.Mengatasi Permintaan Saran
Saling bertukar saran dan informasi dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat jika anggota kelompok memiliki pemahaman sifat masalah satu sama lainnya. Hampir setiap kelompok memiliki anggota yang memiliki kebiasaan meminta saran dari orang lain sebagai cara untuk membangun hubungan.

3. KEAHLIAN UNTUK MEMBUKA PERTEMUAN KELOMPOK
Membuka pertemuan tanpa struktur atau arah apapun dapat menjadi sesuatu yang beresiko.Untuk membuka sebuah pertemuan secara efektif, seorang pemimpin harus menggunakan metode yang akan disampaikan dalam bagian ini.
- Metode bercerita singkat (go-arround) memberikan sedikit struktur untuk memudahkan kelompok masuk kedalam mode aktif. Setelah pembukaan, pertemuan kelompok dapat berubah menjadi tidak terstruktur atau semiterstruktur untuk memunculkan proses antar individu.
- Metode membuka pertemuan kelompok dapat dibagi menjadi lima sub-tahap: (1) aktifitas relaksasi singkat; (2) pengecekan dan (3) mengatasi masalah yang muncul (4) meminta item agenda (5) mempraktekan keahlian bersosialisasi
3.1.Aktivitas relaksasi singkat
Aktifitas relaksasi selama tiga sampai empat menit dapat membuat anggota kelompok dapat berkonsentrasi dan fokus sebelum masuk kedalam pertemuan. Berikut ini adalah dua contoh dari aktifitas relaksasi.
Aktifitas relaksasi yang pertama, menggabungkan teknik bernafas terpusat pada tubuh dengan visualisasi terarah.
Aktfitas relaksasi yang kedua, Pemimpin sebaiknya menggunakan suara yang pelan, tenang yang menenangkan untuk mengarahkan kegiatan.
3.2.Pengecekan (Bercerita Singkat Pertama)
Pemimpin menggunakan aktifitas bercerita singkat dimana setiap anggota akan menceritakan perasaan atau masalah yang belum selesai dari pertemuan sebelumnya.
3.3.Mengatasi Masalah yang Muncul Selama Aktifitas Pengecekan
Ketika kelompok melakukan aktifitas pengecekan, sesuatu yang tidak terduga mungkin terjadi. Ketika anggota sedang berkomentar tentang masalah yang belum terselesaikan, beberapa emosi dan interaksi yang kuat mungkin akan muncul, konflik terbuka juga akan muncul. Pemimpin harus menghentikan proses pengecekan dan memberikan prioritas kepada langkah untuk memproses emosi tersebut. Kuncinya adalah dengan cara membawa kelompok untuk menyelesaikan masalah tersebut.
3.4.Meminta Item Agenda (Bercerita Singkat Kedua)
Tahap terakhir dalam membuka pertemuan adalah dengan meminta item agenda. Dalam tahap ini, pemimpin meminta kelompok untuk melakukan kegiatan bercerita singkat untuk kedua kalinya . Semua anggota kelompok dapat mengidentifikasi item agenda (Yalom, 1983) yang akan mereka bahas selama pertemuan.
3.5.Mempraktekan Keahlian Bersosialisasi
Keahlian bersosialisasi ini dapat dikategorikan dalam sembilan wilayah:
3.5.1 Mempertahankan identitas dan titik pusat seseorang dalam hubungan bersosialisasi
3.5.2. Membuat diri sendiri nyaman ketika berhadapan dengan tekanan atau kesulitan
3.5.3. Tetap mempertahankan rasa percaya diri dan suasana hati meskipun anggota lain merasa gelisah dan khawatir
3.5.4. Menyadari bahwa nilai seseorang adalah sebuah anugerah
3.5.5. Mampu melakukan penegasan diri dan confrontasi diri
3.5.6. Meminta dan menerima dukungan tanpa merasa lemah atau terpaksa berkompromi
3.5.7. Mengembangkan nilai melalui perenungan, kesadaran, proses belajar dan pengalaman
3.5.8. Merasa nyaman dengan sistem keyakinan dan perspektif yang berbeda
3.5.9. Melihat orang lain dengan jelas
Untuk mengembangkan potensi kita terkait dengan kompetensi bersosialisasi dan kedekatan diri kita harus belajar untuk mengendalikan hubungan emosional dengan orang lain bahkan ketika suasananya menjadi semakin tegang.
Goldhor (1989) mengatakan itu seperti ini:
Hubungan kekeluargaan, bahkan ketika hubungan ini dalam masalah, adalah persyaratan penting untuk melakukan hubungan yang erat yang lepas dari gejala-gejala yang serius dan bebas dari kegelisahan dan reaktifitas yang berlebihan. Semakin sering kita mengatasi masalah dengan menghindari diri dari anggota keluarga, semakin besar kemungkinan kita membawa masalah tersebut kepada bentuk hubungan lainnya. (h. 98).
4. Keahlian Untuk Menutup Pertemuan Kelompok
Untuk menutup pertemuan dengan efektif, pemimpin menggunakan metode: (1) mengumumkan penutupan; (2) pengecekan kembali dan (3) mengingatkan.
4.1.Mengumumkan Penutupan Pertemuan
Terimakasih saya sampaikan kepada setiap orang karena telah berpartisipasi aktif! Kita hampir sampai ke ujung pertemuan ini. Saya tahu bahwa kita tidak memiliki cukup waktu untuk membahas agenda.
4.2.Pengecekan kembali (Bercerita Singkat Yang ketiga)
Sebelum kita mengakhiri pertemuan ini, mari kita lakukan pengecekan kembali dengan cara bercerita singkat dimana setiap orang memiliki kesempatan untuk menyampaikan apa yang kalian sukai dan kalian tidak sukai tentang apa dan cara kita melakukan pertemuan hari ini.
Penelitian menunjukan bahwa anggota yang membuat tujuan dan laporan tentang kemajuan mereka selama pertemuan mingguan menunjukan keberhasilan terapi yang lebih besar daripada yang tidak melakukannya (Hart 1978).
4.3.Pengingat
Pengingat berfungsi untuk mendorong anggota kelompok supaya mereka melanjutkan usaha individu mereka selama satu minggu.
5. Menggunakan Kegiatan Terstruktur Dengan Hati-Hati
Level yang diisi dengan diskusi dan perasaan gembira ini tidak selalu terulang dalam pertemuan kedua. Selanjutnya di pertemuan kedua ketika anggota merasakan bahwa apa yang mereka perbincangkan mulai mencapai level yang lebih pribadi, mereka menjadi gelisah dan enggan untuk berpartisipasi. Fenomena ini dinamakan dengan “kekecewaan kedua” (Jacobs, Masson & Harvill, 2002).
5.1.Penyalahgunaan Kegiatan Terstruktur
Menyebabkan anggota menjadi bosan atau tidak bersemangat karena mereka melihat semacam tipu muslihat. Pemimpin dapat menggunakan kegiatan untuk membuat anggota fokus tetapi tidak untuk mengisi seluruh waktunya.
Anggapan umum diantara anggota kelompok adalah bahwa kelompok adalah lingkungan palsu (Carter, Mitchell & Krautheim 2001).
5.2.Berita Bagus dan Buruk
Berita baiknya. Yalom (1995) dan teman-temannya telah melakukan penelitian terhadap pengaruh kegiatan terstruktur terhadap hasil kelompok. Mereka menemukan bahwa pemimpin yang menggunakan banyak kegiatan lebih terkenal dari sisi anggota kelompok. Kegiatan menciptakan hasil langsung yang mengarahkan anggota untuk melihat bahwa pemimpin mereka lebih kompeten, efektif dan pintar daripada pemimpin yang tidak menggunakan banyak kegiatan. Meskipun demikian, akibat jangka panjang menunjukan hal yang sebaliknya. Anggota kelompok yang mendapatkan banyak kegiatan menunjukan hasil yang lebih rendah dan perubahan perilaku yang lebih sedikit dan bahkan ketika memang ada perubahan, mereka jarang sekali dapat mempertahankannya.
Hasil temuan penelitian ini menyatakan bahwa jika pemimpin ingin anggota kelompok menganggap mereka sebagai orang yang memiliki kecakapan, maka mereka harus menggunakan kegiatan terstruktur sesering mungkin karena dengan melakukan seperti itu mereka akan memberikan anggota kelompok fantasi seperti apa pemimpin itu seharusnya.
Berita buruk. Hasil dari kerja kelompok tidak ditingkatkan dengan kegiatan terstruktur ini, Sesungguhnya terlalu banyak tergantung pada kegiatan seperti ini membuat kelompok tidak efektif dalam jangka waktu panjang. Penelitian Yalom (1995) menunjukan bahwa kegiatan terstruktur akan memasukan dengan cepat anggota kelompok kedalam tingkatan ekspresifitas yang begitu besar dengan cara mepersingkat tahap-tahap yang seharusnya diisi dengan kegelisahan dan kesulitan. Hetzel, Barton dan Davenport (1994) menyimpulkan dalam studi mereka bahwa bagian perteman yang tidak terstruktur lebih bermanfaat daripada yang terstruktur.`
5.3.Prosedur Dalam Melaksanakan Kegiatan Terstruktur
Hetzel, barton dan Davenport (1994) menyatakan bahwa sedikit kegiatan yang terstruktur selama pertemuan awal dapat sangat bermanfaat karena kegiatan semacam ini akan membantu meningkatkan kepercayaan kelompok tetapi tidak lebih dari satu aktifitas dimasukan dalam satu pertemuan. Jika pemimpin memutuskan untuk memasukan sebuah kegiatan terstruktur dalam sebuah pertemuan, dia harus memastikan untuk mengikuti prosedur berikut ini:
5.3.1.Memperkenalkan kegiatan.
5.3.2.Melaksanakan kegiatan.
5.3.3.Memproses kegiatan.
5.4.Contoh kegiatan Terstruktur
Ketika memilih kegiatan terstruktur, pemimpin harus menyesuaikan level intensitas kegiatan dengan level kelompok. Intensitas emosional interaksi cenderung naik secara perlahan ketika kelompok berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Kegiatan dengan level intensitas yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak akan ebrmanfaat bagi para anggtoa (Corey, Corey, Callahan & Rusell 1992, Jones & Robinsoe 2000).
5.5.Skenario Yang Dapat Anda Lakukan
5.5.1..Ketika bagian kedua yang membahas pemberhentian kerja pekerja kantoran sudah memasuki paruh kedua, Bob berkata, “Saya tidak mengerti mengapa kita harus mendengar setiap cerita sengsara dari masing-masing yang ada disini. Yang harus kita lakukan ya mencari pekerjaan baru.” Apakah yang harus direspon oleh pemimpin kelompok?
5.5.2.Setelah pertemuan berjalan 30 menit, Joan bertanya pertanyaan seperti ini kepada Anda, “Saya pikir apa yang dikatakan oleh melanie itu tidak relefan dengan apa yang kita bahas. Bagaimana menurut Anda? Apakah yang harus direspon oleh pemimpin kelompok.
5.5.3.Pada bagian awal pertemuan keempat, terajadi kesunyian yang lama dan sedikti respon terhadap ajakan Anda supaya ada seseorang yang mulai. Ketika Anda memandang satu persatu anggtoa kelompok, Anda menyadari bahwa sebagian besar dari mereka menghindari bertatapan mata dengan Anda dan melemparkan pandangan mereka. Anda juga memperhatikan bahwa Molly matanya merah sambil memegang sapu tangan. Anda ingat bahwa di pertemuan terakhir, dialah yang menjadi pusat perhatian kelompok. Anda menganggap pertemuan terakhir adalah pertemuan yang produktif dimana banyak anggota kelompok memberikan amsukan. Sebagai pemimpin kelompok, respon apa yang Anda akan berikan pada tahap ini?
5.5.4.Sepuluh menit sebelum pertemuan berakhir, Alice berkata, “Saya pikir separuh dari kelompok ini lebih baik kemajuannya daripada yang setengahnya.” Anda melihat bahwa semua anggota ingin berkomentar tentang hal ini. Wayne menyatakan kesetujuannya dan mengatakan bahwa dia lebih baik dari anggota lain. Dia kemudian bertanya, “Bagaimana menurut pendapat kalian yang diam saja itu?” Mengingat waktunya tinggal sedikit, respon apa yang paling efektif untuk mengatasi situasi ini?
5.5.5.Dalam sebuah kelompok eksperiensial, Jeff menggambarkan pengalaman yang menyakitkan tentang supervisornya di tempat kerjanya. Ketika dia berbicara, Anda melihat bahwa Walt menjadi marah terlihat dari ekspresi wajahnya tetapi dia tidak mengatakan apapun. Pilihan apa yang akan Anda ambil untuk mengatasi masalah ini? Mengapa Anda membuat pilihan tersebut?
5.5.6.Ketika Anda mulai sebuah pertemuan dengan kelompok yang sudah saling mengenal dengan baik, Anda mengajak anggota kelompok untuk memberikan komentar merak mengenai masalah yang belum terselesaikan. Tiba-tiba kelompok menjadi tidak bersemangat membahas keputusan kontroversial yang dibuat oleh pemerintah kota. Apakah reaksi Anda?
5.5.7.Ketika pertemuan kedua sedang berjalan, seorang anggota kelompok, Hilda melambaikan foto di udara sambil berkata, “Tak adakah yang ingin melihat foto ketika keluargaku menghabiskan liburan musim panas? Apa yang akan Anda pertimbangkan dalam memberikan respon Anda?
5.5.8.Ketika Anda akan menutup sebuah pertemuan, Anda meminta anggota kelompok untuk melakukan bagian bercerita singkat dimana setiap anggota diharapkan memberikan komentar singkat tentang apa yang mereka pelajario atau alami selama pertemuan. Sebagian besar komentar bernada positif tetapi komentar Wally berbeda, “Tahu nggak, saya tidak diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman menyakitkan yang saya alami siang ini.” Sebagai fasilitator kelompok, respon apa yang akan Anda berikan?
5.6.Hal-hal Yang Harus Dipikirkan
5.6.1.Seberapa nyaman Anda berada dalam kesunyian? Apakah Anda gelisah untuk “melakukan sesuatu”? Isyarat-isyarat apa saja yang Anda gunakan untuk membedakan kesunyian yang produktif dengan yang tidak produktif?
5.6.2.Kepedulian pribadi apa yang Anda miliki untuk masuk kedalam untuk menghentikan percakapan yang ngelantur, sikap yang tidak produktif atau perdebatan yang dilakukan oleh anggota kelompok?
5.6.3.Kesulitan apa yang Anda antisipasi dengan memandang ke seluruh ruangan dan mencoba sadar apa yang terjadi pada semua anggota kelompok kecil katakanlah dengan anggota 12 orang?
5.6.4.Apakah Anda memiliki pengalaman pribadi terkait dengan kegiatan terstruktur? Dibawah kondisi apa Anda melihatnya akan bermanfaat? Dibawah kondisi apa kegiatan seperti itu sebenarnya menghilangkan pengalaman kelompok?



Daftar Pustaka

Chen, Mei-whei dan Rybak, Christoper J. 2004.Group Leadership skill Interpersonal process in group Conseling and Therapy. Belmont: Books/Cole-Thomson

Sabtu, 09 April 2011

SERTIFIKASI DAN LISENSI KONSELOR

A.Pendahuluan

Sertifikasi konselor adalah pengakuan terhadap seseorang yang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakanpelayanan bimbingan dan konseling, setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga pendidikan (LPTK) program studi Bimbingan dan Konseling yang terakreditasi.
Kompetensi yang diases adalah penguasaan kemampuan akademik sebagai landasan keilmuan dari segi penyelenggaraan layanan ahli bidang Bimbingan dan Konseling. Sertifikat kompetensi konselor dianugerahkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan yang memiliki kapasitas dalam pembentukan penguasaan kompetensi yang dimaksud.

B. Tujuan

1. Meningkatkan profesionalitas konselor .
2. Melakukan asesmen awal untuk Pemetaan klasifikasi latar pendidikan konselor di sekolah/madrasah.
3. Meningkatkan proses dan mutu hasil bimbingan dan konseling.
4. Menghasilkan Konselor yang tersertifikasi.
5. Menyediakan program lanjutan dari hasil sertifikasi, berupa:
a. Remidiasi dan latihan bagi konselor yang tidak lulus.
b. Pengayaaan untuk konselor tersertifikasi.

C. Persyaratan Peserta Sertifikasi

1. Memiliki ijazah Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling
2. Terdaftar sebagai anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dengan menunjukkan Kartu Tanda Anggota ABKIN yang masih berlaku.
3. Bertugas sebagai konselor sekolah/madrasah dan menyatakan diri tetap memilih tugas sebagai Konselor dengan menunjukkan Surat Tugas dari Kepala sekolah/madrasah.
4. Diusulkan melalui Dinas Pendidikan (Kota/ Kabupaten/Provinsi) setempat.

D. Prosedur Pelaksanaan Sertifikasi
Penyelenggaraan program Sertifikasi Konselor dalam Jabatan mengacu kepada Standar Kompetensi Konselor sebagaimana tertuang dalam Buku Standar Kompetensi Konselor. Program Sertifikasi Konselor dalam Jabatan perlu dirancang secara kreatif dan bertanggung jawab.
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Sertifikasi Konselor dalam Jabatan ini tercakup ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1.Asesmen Awal Kompetensi Akademik Bawaan
Peserta Program Sertifikasi Konselor adalah Guru Pembimbing / Guru Bimbingan dan Konseling memiliki latar belakang pendidikan Bimbingan dan Konseling dan Non Bimbingan dan Konseling yang telah berpengalaman melaksanakan tugas di lapangan. Program.dimulai dengan asesmen kompetensi bawaan yang sudah dikuasai oleh para peserta baik yang merupakan hasil pendidikan formal sebelumnya maupun hasil pertumbuhan sebagai dampak dari akumulasi pengalaman kerja. Dengan demikian, apabila memang ada, tambahan pendidikan yang diperlukan untuk menguasai sosok utuh kompetensi konselor berdasarkan ketentuan perundang-undangan agar mampu menampilkan unjuk kerja penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang juga dipersyaratkan bagi lulusan Program Sertifikasi Konselor dalam Jabatan. Demi transparansi, Ujian Tertulis disusun secara terpusat, dan penilaian terhadap setiap bukti penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan, dilakukan dengan melibatkan Dosen/Asesor yang telah memenuhi persyaratan.

Prosedur asesmen kompetensi akademik bawaan sebagai berikut:
a.Verifikasi Ijazah : Bagi peserta yang telah memiliki Ijazah Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling, dan apabila dinyatakan absah, peserta dapat langsung menempuh Asesmen Penguasaan Kompetensi Konselor.
b. Survei awal : Untuk memetakan penguasaan Kompetensi bawaan peserta program, dilakukan dengan menggunakan: (1) sarana ujian konvensional yang dikembangkan terpusat, (2) asesmen bukti-bukti penguasaan Kompetensi Konselor dengan Pendekatan Penilaian Hasil Belajar Melalui Pengalaman (HBMP, (assessment of experiential learning) dengan menggunakan Portofolio. Portofolio berisi bukti-bukti yang relevan dengan kompetensi.

Hasil asesmen penguasaan kompetensi bawaan menghasilkan 2 jenis keputusan, yaitu:
1) Peserta dinyatakan telah menguasai Kompetensi Akademik yang dipersyaratkan, sehingga berhak langsung menempuh Asesmen Kompetensi Profesional melalui penampilan unjuk kerja.
2) Peserta dinyatakan masih menunjukkan defisiensi dalam penguasaan Kompetensi Akademik, sehingga masih perlu mengikuti Pendidikan Tambahan (Diklat Profesi) sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing peserta, meskipun demi efisiensi dapat dibentuk kelompok peserta dengan kebutuhan belajar yang kurang lebih sama.

2.Pengembangan Program Pelatihan Profesi

Program Pendidikan dan Pelatihan Profesi Dalam Jabatan dikembangkan dengan alur pikir sebagai berikut:

a.Agar benar-benar membuahkan dampak menumbuhkan penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan, proses pembentukan penguasaan setiap kompetensi dijabarkan menjadi pengalaman belajar yang memungkinkan tercapainya penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan sebagai sasaran pembentukan.

b. Pengalaman belajar tersebut harus memfasilitasi: 1) Perolehan pengetahuan dan pemahaman (acquiring and integrating knowledge), perluas-an dan penajaman pemahaman (expanding and refining knowledge) dan penerapan pengeta-huan secara bermakna (applying knowledge meaningfully), yang dilakukan melalui pengkaji-an dengan berbagai modus dalam berbagai konteks, 2) Penguasaan keterampilan baik kognitif dan personal-sosial maupun psikomotorik, yangdilakukan melalui berbagai bentuk latihan disertaibalikan, dan 3) Penumbuhan sikap dan nilai yang bermuara pada pembentukan karakter, dilakukan melalui penghayatan secara pasif (vicarious learning) berbagai peristiwa sarat-nilai dan keterlibatan secara aktif (gut learning) dalam berbagai kegiatan sarat-nilai.

c. Pengembangan materi kurikuler dari setiap pengalaman belajar mencakup rincian kompetensi/sub-kompetensi, bentuk kegiatan belajar yang harus diacarakan, materi pembelajaran, dan asesmen tagihan penguasaannya.

ssd. Berdasarkan bentuk kegiatan belajar serta muatan substantif dan tingkatan serta cakupan kompetensi yang telah ditetapkan sebagai sasaran pembentukan sebagaimana dinyatakan dalam butir (c), dapat diperkirakan jumlah waktu yang diperlukan untuk penguasaan setiap sub-kompetensi, yaitu dengan menggunakan kerangka pikir dua dimensi yaitu:
1) Berdasarkan isinya dilakukan pemilahan menjadi pengalaman belajar yang bermuatan (i) Teoretik, (ii) Praktik, dan (iii) Penghayatan Lapangan.
2) Berdasarkan Keterawasannya menjadi kegiatan (i)Terjadwal, (ii) Terstruktur, dan (iii) Mandiri, masing-masing dengan perbandingan alokasi waktu yang berbeda.

e. Berdasarkan substansi dari perangkat pengalaman belajar yang telah dikembangkan, kemudian dilakukan pemilahan yang menghasilkan cikal-bakal mata pelatihan, masing-masing disertai dengan besaran waktu, sehingga merupakan langkah awal dalam penetapan mata pelatihan lengkap dengan taksiran bobot waktu, yang secara keseluruhan membangun kurikulum utuh Program Diklat Profesi Konselor dalam Jabatan.

3. Rambu-Rambu Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran Program Diklat Profesi Konselor Dalam Jabatan sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran dispesifikasikan dalam 2 dimensi yaitu penetapan bentuk kegiatan belajar seperti mengkaji, berlatih, dan menghayati yang relevan dan mengacu kepada pencapaian kompetensi/sub-kompetensi yang telah ditetapkan sebagai sasaran pembentukan kompetensi sebagaimana telah dikemukakan butir Alur Pikir Pengembangan Kurikulum.

b. Penguasaan keterampilan seperti keterampilan dalam menerapkan pengetahuan secara bermakna termasuk keterampilan dalam pemecahan masalah, keterampilan bekerja sama, keterampilan menjelaskan termasuk.memaparkan gagasan melalui media yang tepat,keterampilan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dan keterampilan menggunakan bahasa Inggris, serta pembentukan sikap, internalisasi nilai dan penumbuhan karakter. Sebahagian besar dari keterampilan dimaksud terbentuk bukan sebagai hasil langsung pembelajaran (direct instruction) atau melalui penyediaan materi pembelajaran sebagaimana yang secara de facto teramati dalam praksis pembelajaran selama ini, melainkan sebagai dampak pengiring (nurturant effects) dari berbagai kegiatan pembelajaran yang mengacarakan penyampaian pesan berbagai mata pelatihan yang diacarakan melalui kurikulum Diklat.

c. Penyemaian dampak pengiring dalam berbagai kegiatan pembelajaran yang dirancang secara tepat dalam Program Diklat Profesi Konselor dalam Jabatan sebagaimana dikemukakan dalam butir( b), merupakan model bagi konselor dalam menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan. Pembakuan penguasaan Kompetensi dan Verifikasi penguasaan Kompetensi Konselor diselenggarakan dalam Program Sertifikasi Konselor Dalam Jabatan dengan beban belajar setinggi-tingginya 36 SKS, tergantung penguasaan Kompetensi Bawaan dari peserta program Sertifikasi Dalam Jabatan.

4.Alternatif Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Latihan

Penyelenggaraan program Diklat Profesi Konselor dalam jabatan sebagai berikut:
a. Program Tatap Muka Penuh Waktu,
Mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai dengan menu program yang telah ditetapkan berdasarkan hasil Asesmen Awal Kompetensi Bawaan, sampai dinilai layak untuk mengikuti uji kompetensi.

b. Program Tatap Muka Paroh Waktu, yang diikuti oleh para peserta yang dapat hadir di lokasi terpusat di luar waktu menjalankan tugas pelayanan Bimbingan dan Konseling pada hari-hari tertentu setiap minggu, misalnya sore/malam hari atau setiap Sabtu dan Minggu. Dengan cara ini, peserta memang tidak perlu meninggalkan tugas fungsional di sekolah/madrasahnya, meskipun masa belajar harus ditetapkan secara proporsional lebih panjang dibandingkan masa belajar peserta program Tatap Muka Penuh Waktu dengan memperhitungkan sisa tenaga para peserta untuk dapat memetik kemanfaatan maksimal dari sesi pembelajaran tatap muka serta pelaksanaan tugas-tugas terstruktur dan tugas mandiri yang juga sangat penting sebagai wahana pengakuan terhadap seseorang yang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakanpelayanan bimbingan dan konseling, setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh pengakuan terhadap seseorang yang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakanpelayanan bimbingan dan konseling, setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh pengakuan terhadap seseorang yang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling, setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh untuk menyemaikan kemampuan serta kebiasaan meningkatkan kemampuan profesional secara berkelanjutan.

c. Program Belajar Jarak Jauh (Program BJJ), diperuntukkan bagi peserta yang bertempat tinggal jauh dari Lembaga Penyelenggara serta tidak mungkin difasilitasi untuk mengikuti Program Tatap Muka Penuh Waktu sebagaimana digambarkan dalam butir a atau
Program Tatap Muka Paroh Waktu sebagaimana digambarkan dalam butir b di atas. Dengan mengikuti Program BJJ, peserta memang tidak perlu meninggalkan tugas pelayanan Bimbingan dan Konseling sehari-hari, akan tetapi selain penyediaan materi belajar berupa modul baik yang disampaikan melalui jasa pos maupun yang dapat diakses melalui internet, ke dalam program perlu dirajut secara sitemastis kegiatan-kegiatan berupa tugas terstruktur dan tugas mandiri yang juga sangat penting sebagai wahana untuk menyemaikan kemampuan serta kebiasaan meningkatkan kemampuan profesional secara ber-kelanjutan. Tutorial diadakan secara periodik misalnya satu minggu sekali, 2 minggu sekali atau sebulan sekali, yang di selenggarakan di tempat yang mudah dijangkau oleh para peserta dengan fasilitasi LPMP. Tutorial dilakukan oleh dosen LPTK yang bekerja sama dengan rekan Konselor terdekat, dan berfungsi sebagai forum untuk melakukan pemantapan konseptual bertolak dari kajian terhadap bahan belajar yang telah dibaca oleh para peserta, berbagi masalah-masalah penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang direkam secara sistematis. Tutorial dibingkai alur pikir pembelajaran orang dewasa yang memetik pelajaran dari pekerjaannya dan mengkaji percobaan atau rencana cara pemecahannya yang difokuskan pada pengasahan kemampuan untuk mendiagnosis akar permasalahan dan mengambil keputusan situasional untuk merencanakan layanan bimbingan dan konseling yang dinilai sebagai alternatif terbaik untuk pemecahan masalah yang telah diidentifikasi. Setelah sesi tutorial, persiapan kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan yang disusun selama sesi tutorial itu dicoba-terapkan di sekolah/ madrasah masing-masing disertai penyesuaian sambil jalan berdasarkan keputusan transaksional ketika melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling. Pada akhir setiap sesi, peserta diwajibkan melakukan refleksi sehingga mampu menemukan sendiri kelemahan dan kelebihannya. Proses dan hasil belajar menyeleng-garakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan secara
mandiri ini direkam dalam suatu jurnal yang memuat tanggal dan tempat kegiatan, nama peserta yang terlibat dan rekan konselor yang terlibat (kalau ada), kelas yang dijadikan arena latihan mandiri, pokok kegiatan yang digarap, diagnosis serta pemecahan masalah terkait kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan, butir-butir pemahaman baru yang diperoleh, permasalahan baru yang diangkat, kalau ada, serta pemecahan yang dipikirkan. Apabila dilakukan tindak lanjut sesuai dengan alur pikir penelitian tindakan kelas, proses serta hasil penerapannya juga direkam sebagai entri baru dengan spesifikasi yang sama dengan yang sebelumnya,.dalam jurnal yang telah dibuat. Jurnal yang merekamkeseluruhan episode-episode pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan yang diselenggarakan secara mandiri ini, diajukan dalam tiap pertemuan tutorial tatap muka berikutnya untuk dikaji bersama-sama. Rekam jejak berupa jurnal ini dikumpulkan dalam suatu portofolio sehingga dapat dijadikan salah satu butir perolehan belajar melalui pengalaman (experiential learning) yang dinilai dengan pendekatan Penilaian HBMP. Panduan teknis pelaksanaan Program BJJ disiapkan oleh Lembaga Penyelenggara Program Sertifikasi Konselor Dalam Jabatan, sedangkan Panduan Penilaian HBMP seyogyanya disiapkan secara terpusat dengan menggunakan berbagai rujukan baku yang ada.

5.Asesmen Ulang Penguasaan Kompetensi
a. Asesmen Penguasaan Kompetensi Akademik Asesmen Ulang Penguasaan Kompetensi Aka-demik, atau secara konseptual, diselenggarakan secara transparan dan berpeluang menghasilkan 2 jenis keputusan yaitu: 1) Peserta dinyatakan lulus, dan berhak melanjutkan ke tahap Asesmen Penguasaan Kompetensi Profesional melalui uji Unjuk Kerja. 2) Peserta dinyatakan masih menunjukkan defisiensi penguasaan Kompetensi Akademik, sehingga harus kembali menempuh Pendidikan Tambahan (Diklat). Kesempatan mengulang Asesmen Penguasaan Kompetensi Akademik hanya diberikan paling banyak 2 (dua) kali.

b. Asesmen Penguasaan Kompetensi Profesional Asesmen Penguasaan Kompetensi Unjuk Kerja dilakukan melalui unjuk kerja Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan, dilakukan dalam konteks otentik di sekolah/ madrasah, dan terdiri atas:
1) Penyusunan Persiapan Kegiatan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Sebagai contoh karya (product samples), Persiapan Kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dinilai secara transparan oleh Dosen Pembimbing, dan kalau perlu teman sejawat (peer).
2) Asesmen Unjuk Kerja Penyelenggaraan Pelayanan Bimbingan dan Konseling, dilakukan melalui pengamatan ahli sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Demi transparansi, Unjuk Kerja Penyelenggaraan Pelayanan Bimbingan dan Konseling dinilai oleh Pengamat Ahli yang terdiri atas Dosen Pembimbing dan, jika perlu, disertai Penguji Luar.

Asesmen Unjuk Kerja Penyelenggaraan Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpeluang menghasilkan 2 jenis kesimpulan yaitu:

a).Peserta dinyatakan lulus, dan oleh karena itu berhak memperoleh Sertifikat Konselor sebagai bukti penguasaan kemampuan menyeleng-garakan Pelayanan Bimbingan dan Konseling sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b) Peserta dinyatakan tidak lulus, dan harus menempuh ulang Asesmen Unjuk Kerja Penyelenggaraan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Kesempatan menempuh ulang Asesmen Penguasaan Kompetensi Unjuk Kerja hanya diberikan paling banyak 2 (dua) kali.

E. Penyelenggara Sertifikasi

1.Lembaga Penyelenggara

Penyelenggara sertifikasi adalah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional, bekerjasama dengan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) sebagai asosiasi profesi. Dalam pembinaan selanjutnya dapat melibatkan P4TK, LPMP, dan Dinas Pendidikan ditingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota.

2. Tugas Lembaga Penyelenggara

Uraian tugas dari masing-masing lembaga yang terlibat adalah sebagai berikut :

a.LPTK
LPTK yang ditunjuk oleh Menteri Pendidikan Nasional dalam hal ini jurusan/prodi Bimbingan dan Konseling, mempunyai peran dan tugas sebagai berikut :
1) Membentuk tim kerja sertifikasi konselor.
2) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan uji kompetensi sertifikasi Profesi konselor.
3) Menyelenggarakan program peningkatan kualifikasi guru bimbingan dan konseling/konselor.
4) Bersama ABKIN mengembangkan pedoman penilaian portofolio dan SOP.

b. ABKIN
1) Bersama LPTK mengembangkan persyaratan administrasi uji kompetensi untuk sertifikat profesi, pedoman penilaian portofolio dan SOP.
2) Mendorong anggota ABKIN untuk segera mengikuti sertifikasi konselor.
3) Memfasilitasi konselor untuk menjadi anggota ABKIN.
4) Mengawasi pelaksanaan pelaksanaan program Uji Kompetensi sertifikasi konselor.

c. P4TK
1) Bersama LPTK menyelenggarakan pembinaan dan peningkatkan kompetensi.
2) Bersama ABKIN menyelenggarakan pelatihan secara periodik bagi konselor.
d. Dinas Pendidikan Nasional Propinsi dan atau Kabupaten/Kota
1) Mengusulkan calon peserta uji sertifikasi kepada LPTK setempat.
2) Memfasilitasi pelaksanaan pembinaan dan peningkatan kompetensi bagi konselor.
3) Memfasilitasi penyelenggaraan pelatihan secara periodik bagi konselor.
4) Memfasilitasi pelaksanaan uji kompetensi sertifikasi bagi konselor.
5) Menyediakan anggaran pembinaan untuk pelaksanaan peningkatan kompetensi, pelatihan dan sertifikasi bagi konselor.

LISENSI (LICENCING,LICENSURE)

Pengakuan terhadap seseorang yang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakanpelayanan bimbingan dan konseling, setelah yang
bersangkutan dinyatakan lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh organisasi,asosiasi profesional terkait yang kompeten dan diakui (ABKIN).

Standart Kualifikaasi Akademik Kompetensi Konselor Butir SKAKK Permendiknas No. 27/2008 :

1.Konselor ------S1 BK + PPK
2.Kompetensi –Pola 17 –dijabarkan menjadi 76 kompetensi
3.Semua konselor yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standart kualifikasi akademik dan kompetensi konselor sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah peraturan Menteri ini mulai berlaku (pasal 2).

PP 74. 2009 : “Konselor, Guru bimbingan dan konseling resmi ada di sekolah”


16 DAFTAR RUJUKAN

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia 2009.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Naskah Akademik ABKIN
Brooks, JG dan MG Brooks, 1993. The Case for Constructivist Classrooms. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. 2003.
Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). 2005.
The Professiona Counselor Competencies: Performance Guidelines
and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Jakarta: Departenem Pendidikan Nasional
Sciarra, D. T. 2004. School counseling: Foundations and Contemporary Issues. Belmont, CA: Brook/Cole-Thomson Learning.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
17