Senin, 07 November 2011

AGAMA DAN MAKNA HIDUP MANUSIA

Permasalahan agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Agama telah menjadi bagian dan seharusnya dimiliki setiap manusia. Untuk menemukan hubungan antara agama dengan makna hidup manusia, perlu diketahui terlebih dahulu tentang  agama dan manusia.

AGAMA
Agama (din) adalah segala peraturan yang berupa hukum yang harus dipatuhi, baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan dan ada pembalasannya.

Unsur-unsur agama:
·         Kekuatan Ghaib
·         Hubungan dengan Yang Ghaib
·         Pemujaan atau penyembahan terhadap Yang Ghaib
·         Adanya yang kudus dan suci (kitab suci, tempat ibadah, dan sebagainya)

Agama diturunkan sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan di dunia. Dimana petunjuk ini menjelaskan tentang mana yang benar dan mana yang salah, mana yang haq dan mana yang bathil. Petunjuk disini meliputi banyak bidang dalam kehidupan, baik sosial, politik, ekonomi dan bidang yang lain.
Meski pada kenyataannya setiap orang mampu menjalani kehidupannya, tapi pada dasarnya tidak semua orang mendapatkan petunjuk sebagai mana yang diajarkan oleh agama. Sedangkan kita tahu, banyak agama di dunia ini. Lalu siapa orang-orang yang diberi petunjuk? Dalam Al-Quran dijelaskan : ”...Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”(Q.S. Ali ’Imran:20)
Dalam ayat lain Allah berfirman : Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.”(Q.S. Al-An’aam:125)
Dari dua ayat di atas jelas sudah siapa orang-orang yang diberi petunjuk, tiada lain yaitu orang yang mengakui Islam sebagi agamanya. Dan Allah menyebutkan bahwa hanya Islam agama yang Dia Ridhai (Q.S. Ali ’Imran:19).

MANUSIA
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang dianugrahi akal pikiran dan memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta gejala-gejala alam, memiliki rasa tanggung jawabatas segala tingkah lakunyadan berakhlak. Dengan anugrah itulah yang menjadikan manusia sebagai makhluk mulia, dimana makhluk lain tidak memiliki keistimewaan tersebut.
Allah memberikan akal kepada manusia tentu ada maksudnya. Salah satunya adalah untuk menjalankan amanah dari Allah sebagai khalifah di bumi. Sebagai mana firman Allah dalam Al Quran surat Faathir:39 :
”Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.”
Kesejahteraan manusia di dunia hanya dapat terwujud kalau dan karena manusia mempergunakan akalnya. Sedangkan tujuan diciptakannya manusia adalah untuk menyembah dan beribadah kepada Allah, Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(Q.S. Adz Dzaariyaat:56).
Tidak ada perbedaan pendapat dalam mengertikan ”ibadah” dalam ayat di atas, apakah ibadah menurut arti lahirnya, yakni lafal tersebut diartikan dengan ibdah atau ditafsirkan dengan ma’rifah (mengenal Allah) sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa kedua makna tersebut sesuai untuk lafal ”ibadah” itu, sebab ibadah itu tidak dapat dilakukan dengan sebenarnya tanpa ma’rifah, dan ma’rifah itu akan hampa bila tidak disertai dengan ibadah
Sebagai individu, manusiapun mempunyai tujuan hidup sebagaimana yang di jelaskan oleh filsuf dan juga sufi Al Ghazali ”tujuan manusia sebagai individu adalah mencapai kebahagiaan dan kebahagiaan yang paling utama harus diketemukan di kehidupan yang akan datang, sarana utama kepada tujuan itu ada dua macam amal baik lahiriah berupa ketaatan kepada aturan-aturan tingkah laku yang diwahyukan dalam kitab suci dan upaya bathiniah untuk mencapai keutamaan jiwa”.
Amal baik lahiriyah bermanfaat karena ketaatan di samping dibalas langsung untuk kebaikan itu sendiri, juga mendukung akan perolehan keutamaan, namun kondisi bathin lebih penting dalam pandangan Tuhan daripada amal baik lahiriyah dan lebih mendatangkan pahala keutamaan. Di samping itu berpendapat bahwa kejahatan dan kebaikan hanya dapat diketahui melalui wahyu (dan tidak melalui rasio alamiah)

HUBUNGAN AGAMA DAN MAKNA HIDUP MANUSIA
Dari uraian tentang Agama dan manusia di atas dapat ditarik satu titik temu yaitu penting dan mendasarnya kebutuhan akan sebuah ajaran agama bagi manusia. Kebutuhan ini melebihi kebutuhannya terhadap segala sesuatu.
Adapun syari’at (ajaran agama), alas dan fondasinya adalah mengetahui mana perbuatan-perbuatan ikhtiariyah manusia yang diridhai oleh Allah. Bahaya yang menimpa manusia apabila tidak bersyari’ah adalah kerusakan hati dan jiwa dan kebinasaan serta kesengsaraan yang tiada berkesudahan. Maka tidak ada kebutuhan manusia yang melebihi kebutuhan untuk mengetahui syari’at yang dibawa oleh Rasulullah, melaksanakannya, mendakwahkannya, bersabar atasnya dan berjihad terhadap orang yang keluar dari padanya sehingga kembali lagi padanya. Dunia tidak akan damai dan baik tanpa syari’at dan tiadalah jalan yang dapat menyampaikan manusia kepada kebahagiaan dan keberuntungan yang paling besar melainkan harus melalui jembatan syari’at ini.
Ajaran Islam secara keseluruhan menganugerahkan kehidupan dalam semua aspeknya kepada manusia. Ajaran Islam yang telah bersemayam dalam jiwa seseorang akan memberikan semangat, kehidupan, penglihatan, dan gerakan. Atas dasar itu, ajaran yang tidak memberikan pengaruh hidup, bahkan menimbulkan kematian, menghilangkan penglihatan dan gerakan, serta membekukan pemikiran manusia, bukan ajaran yang dimaksud dalam kandungan ayat di atas, dan juga bukan berasal dari ajaran Islam.
Al-Quran menegaskan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang memberikan spirit kehidupan, dan sejarah Islam telah memberikan kesaksian tentangnya. Selama berabad-abad, sejarah Islam telah menunjukkan bagaimana ajaran ini memberikan spirit kehidupan seperti yang diungkapkan al-Quran
Dewasa ini, seringkali kita saksikan bagaimana pengertian dan konsep Islam yang kita miliki tidak memberikan atau menciptakan kehidupan. Kita harus memperbaiki pandangan kita sehubungan dengan pengertian dan konsep ini. Barangkali kita keliru dalam menggambarkan dan memahami konsep serta ajaran Islam. Pola pikir kita harus segera diperbaiki. Inilah yang dimaksud dengan menghidupkan kembali pemikiran Islam. Pola pikir dan cara pandang kita terhadap Islam harus dibenahi. Perspektif yang kita gunakan selama ini untuk meneropong Islam bukanlah perspektif yang benar. Dengan begitu, perspektif dan pola pemikiran kita harus segera diperbaiki.
Ajaran Islam melalui Al-Qur’an menekankan—dari satu sisi—keutamaan nikmat akhirat dan memperingatkan manusia dari tipu-daya dunia. Dari sisi lain, Al-Qur’an memperingatkan keburukan dan bahayanya terikat dengan dunia, melupakan akhirat, mengingkari alam abadi atau ragu tentangnya. Al-Qur’an menekankan bahwa hal-hal semacam ini akan mengakibatkan kesengsaraan dan kehinaan yang abadi. Kelirulah orang yang mengira bahwa mengutamakan dunia itu hanya akan membuat orang kehilangan pahala akhirat saja, namun di samping kehilangan, justru orang seperti ini akan men-dapatkan siksa abadi.
Rahasia dan hikmah di balik itu adalah bahwa orang yang hatinya terpatri pada dunia ini telah menyia-nyiakan anugerah Ilahi sehingga pohon yang hijau dan rindang itu telah menjadi kering dan rontok di tangannya, padahal diharapkan akan mendatangkan buah yang abadi. Ia telah membuat layu pohon itu dan tidak lagi dapat berbuah. Ia tidak peduli kepada pemberi nikmat yang hakiki. Ia menggunakan nikmat Ilahi itu bukan pada jalan yang diridai Allah SWT. Tatkala penyeleweng seperti ini menyaksikan hasil usahanya yang hampa dan merugikan lantaran pilihannya yang buruk, berharap ingin menjadi tanah sehingga dapat terhindar dari bencana besar dan nasib terakhir yang amat menyakitkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar